Jakarta (pilar.id) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan tindakan pemerintah dalam mengetatkan pengawasan impor komoditas tertentu, untuk melindungi masyarakat, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta industri dalam negeri.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap keluhan yang meningkat dari berbagai pihak terkait dengan meningkatnya impor barang-barang di pasar tradisional, sepinya pasar-pasar tradisional, dan lonjakan penjualan barang impor melalui platform digital (e-Commerce).
“Aktivitas impor ini harus diatur kembali untuk menjaga stabilitas pasar dalam negeri dan produksi lokal. Kami juga harus mengatasi masalah impor ilegal, seperti pakaian bekas (thrifting), serta permasalahan PHK yang terjadi di industri tekstil,” kata Menteri Airlangga Hartarto dalam keterangan pers setelah Rapat Internal terkait Pengetatan Arus Barang Impor di Istana Merdeka pada Jumat (6/10/2023).
Menteri Airlangga, yang didampingi oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi dan UKM, menjelaskan bahwa Pemerintah akan fokus pada pengetatan impor komoditas tertentu sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Komoditas-komoditas tersebut mencakup Pakaian Jadi, Mainan Anak-anak, Elektronik, Alas Kaki, Kosmetik, Barang Tekstil, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan produk Tas.
Saat ini, pengawasan impor yang sebelumnya dilakukan setelah barang tiba di Indonesia (Post-Border) akan diubah menjadi pengawasan sejak barang tiba di perbatasan (Border), dengan persyaratan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS). Dari 11.415 kode Harmonized System (HS), sekitar 60,5 persen di antaranya telah dikenai pembatasan impor (Larangan/Pembatasan atau Lartas), sedangkan sisanya sekitar 39,5 persen termasuk dalam kategori barang Non-Lartas. Dari komoditas yang terkena Lartas, sekitar 32,1 persen akan mengalami pengawasan di perbatasan (Border), sementara sisanya akan tetap diperiksa setelah barang tiba (Post-Border).
Menteri Airlangga menjelaskan bahwa pengetatan pengawasan ini akan mempengaruhi Dwelling-Time atau waktu layanan impor secara tidak signifikan, hanya sekitar 0,11 hari, dan tidak akan memberikan dampak yang berarti pada biaya logistik.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan untuk memberikan kemudahan bagi industri yang rentan terkena PHK, khususnya industri tekstil yang berada di Kawasan Berfasilitas (seperti di Kawasan Berikat/KB). Industri tersebut akan diizinkan menjual lebih dari 50 persen produk hasil produksi KB ke pasar dalam negeri. Rincian pelaksanaan kebijakan ini akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Perindustrian.
Menteri Airlangga juga mengumumkan pembentukan Satgas Nasional yang terdiri dari Polri, Bea Cukai, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM, Kominfo, dan Badan Karantina. Tujuan dari Satgas ini adalah memperkuat pengawasan terhadap sektor digital dan memastikan penerapan standar seperti SNI, BPOM, dan sertifikasi halal di e-Commerce. Selain itu, akan diperkuat juga lembaga Perlindungan Konsumen dan KPPU untuk mencegah praktik tidak fair di sektor digital.
Menteri Airlangga mengakhiri keterangan persnya dengan menjelaskan bahwa untuk industri tekstil dan industri yang rentan PHK, Pemerintah akan melanjutkan restrukturisasi pembiayaan melalui KSSK dan melalui lembaga perbankan, untuk mendukung kelangsungan industri tekstil dan mencegah PHK yang lebih lanjut. (usm/ted)