Padang (pilar.id) – Penyakit katastropik hingga saat ini masih jadi penyebab kematian terbesar yang terjadi di Indonesia. Bahkan, menurut data darai BPJS Kesehatan, pada tahun 2022 pembiayaa penyakit katastropik mencapai Rp24,1 triliun.
Jumlah tersebut meningkat drastis dari tahun 2021 yang berada di angka Rp17,9 triliun. Tingginya beban pembiayaan penyakit katastropik ini, menurut Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono perlu dihadapi melalui sinergi dan kolaborasi.
Termasuk, kolaborasi antara Kementerian Kesehatan dengan universitas yang ada di Indonesia untuk menurunkan beban layanan katastropik seperti jantung, kanker, stroke, dan ginjal.
Hal tersebut, disampaikan oleh Wamenkes Dante saat menghadiri Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Universitas Andalas bertajuk “Integrasi Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Pada Era Post Genomic,” di Gedung Convention Hall, Padang, Senin (27/2/2023).
Tingginya kasus dan beban pembiayaan penyakit katastropik, lanjut Wamenkes Dante ini juga diperparah dengan adanya beberapa tantangan layanan kesehatan yang saat ini masih belum merata di Indonesia.
Seperti minimnya akses layanan rumah sakit rujukan terutama di daerah terpencil, kurangnya kualitas layanan rumah sakit, waktu tunggu yang lama untuk mendapatkan layanan dan kurangnya pemerataan alat dan dokter spesialis di seluruh Indonesia.
Sehinga, menurut Wamenkes Dante, tantangan ini harus dihadapi bersama-sama melalui sinergi dan kolaborasi termasuk dengan universitas yang memiliki fasilitas kesehatan.
“Kolaborasi universitas dengan pemerintah dalam membantu menurunkan beban katastropik sungguh sangat erat,” kata Wamenkes.
Kolaborasi antara pemerintah dan universitas, lanjutnya, diharapkan bisa mempercepat pengendalian penyakit katastropik di Indonesia. Salah satu kontribusinya dengan merekomendasikan inovasi dan intervensi kesehatan untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan kesehatan.
“Hari ini melalui pengukuhan 3 guru besar di Universitas Andalas diharapkan ketiganya bisa memberikan sumbangan untuk melakukan sinergisme tri dharma perguruan tinggi yakni pengabdian masyarakat, penelitian dan pendidikan untuk menciptakan ekosistem dimana kita bisa berkontribusi pada pembangunan kesehatan,” jelas Wamenkes.
Wamenkes melanjutkan, implementasi dari tri dharma perguruan tinggi di sektor kesehatan bisa diwujudkan dalam beberapa hal, diantaranya :
1. Melakukan riset penyakit katastropik untuk mampu menghasilkan rekomendasi PNPK, best practice, atau evaluasi kebijakan
2. Mendidik tenaga kesehatan dengan meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan
3. Menghasilkan produk inovasi obat, alkes, atau teknologi lain yang dapat membantu pencegahan atau tatalaksana penyakit Katastropik
“Hanya dengan kolaborasi universitas dan Kementerian Kesehatan, maka penyakit katastropik yang kita hadapi bisa diturunkan bersama-sama,” ujar Wamenkes.
Pada pengukuhan Guru Besar yang dihadiri oleh Wamenkes Dante tersebut, ada tiga guru besar yang dikukuhkan oleh Univerrsitas Andalas yakni Prof. Dr. dr. Wirsma Arif Harahap,SpB(K)Onk sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bedah dan Onkologi.
Kemudian, Prof. Dr. dr. Aisyah Elliyanti, Sp.KN(K).M.Kes sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kedokteran Nuklir dan Prof. dr. Hardisman, M.HID., Dr.PH., FRSPH sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas. (fat)