Jakarta (pilar.id) – Peneliti Institute Development of Economic and Finance (Indef) Dyah Ayu menilai, apa yang dikatakan Ketua DPR Puan Maharani soal kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng dapat memicu kegaduhan benar adanya. Sebab, harha eceran tertinggi (HET) berpotensi menurunkan keuntungan produsen. “Produsen menahan supply minyak gorengnya agar harga melambung lebih tinggi,” kata Dyah, Jumat (11/3/2022).
Dyah mengatakan, minyak goreng merupakan kebutuhan pokok. Ketika suatu kelompok tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, ketidakstabilan ketertiban umum akan timbul seperti kecemburuan sosial antar kelas, ketidakpercayaan akan kinerja pemerintah, hingga adanya kemungkinan kericuhan dalam masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah dapat membuat regulasi kewajiban minumum pasokan minyak goreng ke masyarakat. Namun, pemerintah tetap dapat memberikan dukungan insentif kepada produsen agar implementasi regulasi dapat berjalan lancar.
“Selain itu, pemerintah juga dapat memetakan kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah bekerja sama dengan disperindag, sehingga pemerintah memiliki cakupan daerah prioritas untuk mengatasi kelangkaan tersebut,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Puan menyoroti masalah kelangkaan minyak goreng di pasaran usai kebijakan penetapan HET diberlakukan. Ia mengatakan, masalah kelangkaan minyak goreng bisa berpotensi menimbulkan persoalan ketertiban umum.
“Persoalan minyak goreng yang berkepanjangan bisa menyebabkan masalah baru yaitu kegaduhan akibat langkanya stok di pasaran. Ini harus segera diatasi karena berpengaruh terhadap ketertiban umum yang bisa berdampak luas,” kata Puan dalam keterangan persnya, Kamis (10/3/2022).
Seperti diketahui, mahalnya harga minyak goreng sempat menjadi kendala yang cukup lama beberapa waktu lalu. Pemerintah lalu menetapkan HET minyak goreng seharga Rp14.000 ribu per liter.
Namun usai ada kebijakan tersebut, stok minyak goreng tiba-tiba menjadi langka di pasaran. Langkanya minyak goreng membuat masyarakat, khususnya ibu-ibu, panik karena kesulitan saat memasak.
Di berbagai ritel atau swalayan banyak terlihat masyarakat berebut ketika ada stok minyak goreng. Puan menilai kejadian seperti ini cukup rawan dari berbagai sisi.
“Di Lubuklinggau kita lihat banyak warga berkerumun bahkan terjadi keriuhan karena adanya operasi pasar murah minyak goreng. Jika kelangkaan minyak goreng terus terjadi, bukan hanya bisa memunculkan klaster covid-19, tapi juga masalah ketertiban umum,” ucapnya. (her/din)