Surabaya (pilar.id) – Crowdfunding menjadi sorotan sebagai salah satu solusi potensial dalam peningkatan pembangunan desa, membahas strategi pembangunan desa dalam debat cawapres ke-4. Pakar Antropologi dari Universitas Airlangga (Unair), Yusuf Ernawan Drs M Hum, menyampaikan pandangannya bahwa crowdfunding dapat menjadi alternatif yang efektif jika sudah memiliki peraturan dan kebijakan pelaksanaannya.
“Pemerintah daerah saat ini sudah memberikan dana desa yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk pembangunan. Oleh karena itu, penggunaan crowdfunding tidak diperlukan kecuali jika ada persetujuan bersama masyarakat desa,” ujarnya.
Crowdfunding adalah kegiatan mengumpulkan modal atau pendanaan secara demokratis untuk menjalankan suatu proyek. Dalam konsepnya, individu dapat memberikan modal sebagai bentuk kepemilikan saham dalam proyek tersebut.
Yusuf menekankan bahwa penerapan crowdfunding dalam pembangunan desa saat ini belum memiliki peraturan dan kebijakan yang terkait, yang dapat menimbulkan masalah baru bagi masyarakat desa.
“Masyarakat desa umumnya memiliki sistem patembayan. Pembahasan modal yang dimiliki individu dapat menghancurkan sistem patembayan dan menyebabkan penguasaan modal yang dapat merugikan desa,” tambahnya.
Penguasaan tersebut dapat membuka kembali sistem liberal dengan adanya intervensi modal dari luar desa, sehingga desa menjadi rentan dijajah oleh pihak luar yang memiliki kendali atas pendanaan desa.
“Kasusnya serupa dengan masa neolitikum, di mana orang yang memiliki uang dapat membeli atau menanamkan uang di tempat yang diinginkan. Ini bisa menyebabkan penjajahan,” ungkapnya.
Untuk itu, Yusuf menggarisbawahi perlunya peraturan dan kebijakan yang terstruktur dalam penggunaan crowdfunding agar tidak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat desa. Sebagai contoh, ia merujuk pada upaya Pemerintah Kota Surabaya yang mengoptimalkan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) sebagai sumber usaha bagi masyarakat desa.
“Pemanfaatan BTKD harus melibatkan kesepakatan bersama warga. Proses musyawarah akan membentuk penggunaan yang paling bermanfaat dan membantu perekonomian masyarakat desa di Surabaya,” jelasnya.
Yusuf menyampaikan bahwa ada dua cara untuk membuat desa menjadi produktif. Pertama, meningkatkan kreativitas masyarakat desa melalui program pemerintahan daerah dan institusi pendidikan. Kedua, memanfaatkan dana desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan sebaik-baiknya. (ipl/hdl)