Jakarta (pilar.id) – Pandemi Covid-19 belum dinyatakan berakhir. Meski demikian, sejumlah perusahaan sudah memberlakukan kerja di kantor alias work from office, dan ada juga yang memberlakukan model kerja hybrid atau hibrida.
Presiden Direktur ITSEC Asia Andri Hutama Putra dalam keterangan persnya mengatakan, di 2023, bekerja secara hibrida diprediksi bakal populer.
“Tantangan utama perusahaan dalam remote working atau bekerja jarak jauh adalah pemahaman karyawan mengenai resiko siber dan bagaimana meminimalkan resiko tersebut,” kata Andri, Rabu (28/12/2022).
Salah satu alasan penggunaan model kerja ini, katanya, perusahaan bisa menekan biaya operasional. Keuntungan lain, perusahaan bisa melakukan rekrutmen karyawan dari berbagai daerah tanpa ada kewajiban bertemu secara fisik setiap hari.
Disampaikan Andri, Riset World Trend Index 2022 dari Microsoft menunjukkan data jika 54 persen pemimpin perusahaan besar mempertimbangkan kerja secara hibrida pada 2023.
Di sisi lain, model kerja hibrida yang menawarkan berbagai keunggulan juga memiliki ancaman. Khususnya berhubungan dengan pemahaman keamanan siber di antara karyawan.
Untuk itu ITSEC menganjurkan empat hal penting yang harus diperhatikan dalam budaya kerja hibrida. Apa saja?
Pemahaman tentang Keamanan Siber
Karyawan, menurut ITSEC, merupakan garis pertahanan pertama dalam ancaman siber dalam sistem hibrida. Untuk itu perusahaan perlu mendidik, melatih dan mendukung karyawan dalam memahami aspek keamanan siber, dan ini tidak hanya untuk mereka yang ada di divisi teknologi informasi. Tapi seluruh karyawan.
Postur Keamanan yang Tepat
Perusahaan pada dasarnya bisa melakukan audit dan analisis terhadap sistem keamanan di internal perusahaan. Hal ini perlu dilakukan agar bisa menyesuaikan kerja hibrida dengan perencanaan keamanan informasi perusahaan. Lewat perencanaan, pengembangan tim dan konsultan keamanan yang tepat, perusahaan dapat mewujudkan infrastruktur siber yang dianggap sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sistem Keamanan yang Proaktif
Untuk itu perusahaan perlu menyiapkan gawai yang dilengkapi dengan sistem keamanan terintegrasi. Sistem ini kemudian dipantau oleh tim TI. Sistem yang dibangun misalnya verifikasi dua langkah dan penggunaan Virtual Private Network (VPN) yang tepat.
Sistem Keamanan Digital Perusahaan
Disampaikan pula, perusahaan harus melakukan peninjauan secara berkala guna memastikan keamanan sistem informasi perusahaan. Saat ada kelemahan, perusahaan wajib melakukan langkah memperkuat sistem. Misal dengan memperbarui perangkat lunak dan keras, termasuk update pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia dalam perusahaan. (usm/hdl)