Jakarta (pilar.id) – Hingga November 2022 lalu, menurut catatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit perbankan di Indonesia mengalami pertumbuhan year on year (yoy) sebesar 11,16 persen.
Pertumbuhan tersebut, masih menurut OJK ditopang oleh kredit investasi yang juga ikut tumbuh sebesar 13,15 persen yoy. Sementara kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 11,27 persen dan 9,10 persen.
“Adapun, secara mtm (month to month), nominal kredit perbankan naik sebesar Rp13,96 triliun menjadi Rp6.347,5 triliun,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, di Jakarta, Senin (2/1/2022).
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 8,78 persen yoy menjadi Rp7.974 triliun. Pengingkatan DPK didorong oleh meningkatnya jumlah tabungan dan deposito.
Selain itu, lanjut Mahendra, likuiditas industri perbankan dalam level terjaga, pada November 2022. Adapun rasio alat likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 134,97 persen (Oktober 2022:130,17 persen) dan 30,42 persen (Oktober 2022: 29,46 persen).
“Jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen,” sambung Mahendra.
Untuk risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,75 persen (NPL gross: 2,65 persen). Sedangkan, Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan tercatat meningkat menjadi 25,49 persen dari posisi Oktober 2022 yang sebesar 25,08 persen.
Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 mengalami perkembangan positif dengan mencatatkan penurunan sebesar Rp13,27 triliun menjadi Rp499,87 triliun dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,40 juta nasabah (Oktober 2022: 2,53 juta nasabah).
“Posisi Devisa Neto (PDN) November 2022 tercatat sebesar 2,05 persen, jauh di bawah threshold 20 persen,” tandas Mahendra.
Dalam rangka mendukung percepatan transformasi digital perbankan di Indonesia, OJK akan mengeluarkan kebijakan pelaksanaan ketahanan dan keamanan siber bagi bank umum. Apalagi, risiko yang ditimbulkan oleh ancaman siber dan insiden siber berpotensi meningkat seiring dengan pemanfaatan TI pada skala yang lebih besar.
Bank diminta untuk dapat menjaga keamanan sistem elektronik yang dimiliki dari serangan siber, tetapi juga perlu untuk memiliki kemampuan dalam mendeteksi dan memulihkan keadaan pasca terjadinya insiden siber.
“sampai dengan 30 Desember 2022, OJK telah menerima 315.783 layanan, termasuk 14.764 pengaduan. Dari pengaduan tersebut, sebanyak 7.419 merupakan pengaduan sektor perbankan,” kata Mahendra. (ach/fat)