Yogyakarta (pilar.id) – Penyebaran kasus penyakit leptospirosis di awal tahun 2023 ini terus mengalami peningkatan di sejumlah daerah di Indonesia.
Salah satu daerah yang mengalami lonjakan cukup tinggi kasus leptospirosis adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Seperti yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul misalnya, hingga Maret 2023, tercatat ada 29 kasus leptospirosis.
Dari jumlah kasus leptospirosis tersebut, dua diantaranya telah dinyatakan meninggal dunia. Jumlah ini, bahkan hampir sama dengan kasus leptospirosis yang terjadi di Gunungkidul sepanjang tahun 2022 dengan 31 kasus dan empat kematian.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito, Doni Priambodo Wijisaksono mengungkapkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira ini sering ditemui utamanya saat musim hujan dari hewan seperti tikus, hewan ternak, hingga anjing.
“Di Yogyakarta hewan yang membawa bakteri Leptospira paling banyak dari tikus, dimana penyakit leptospirosis ini merupakan infeksi akut,” ungkapnya saat webinar Peningkatan Tatalaksana Malaria dan Leptospirosis yang digelar virtual, Selasa (20/3/2023).
Dikatakan Doni, proses penularan bakteri Leptospira adanya paparan secara langsung dengan kuman baik melalui kulit yang tidak utuh seperti luka, mengelupas, lecet yang mungkin tidak disadari. Selain itu bisa juga masuk dari aktivitas dimana tempat tersebut telah terkontaminasi.
“Seperti berenang di sungai, cuci tangan di media yang telah terkontaminasi bakteri dari tikus, bisa juga dari mulut hidung. Biasanya kuman ini tidak secara langsung bertemu dengan tikusnya tapi dari bangkai atau kencing tikus yang sebelumnya tidak disadari,” urai Doni.
Lebih lanjut, bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui jalur tersebut, kuman akan berkembang biak dan muncul di darah dan cairan serebrospinal (CSF) dalam 4-10 hari pertama. Kemudian, pada fase kedua, bakteri sudah tidak ada lagi di darah namun di urin.
“Bakteri ini apakah masuk ke ginjal, liver, peradangan pembuluh darah, juga kerusakan jaringan. Jadi masa inkubasi 2-26 hari atau rata-rata 1-2 minggu,” terangnya.
Doni menyebut secara umum penyakit ini terbagi menjadi dua tipe yakni ringan dengan tingkat kesembuhan hingga 90 persen dan berat 10 persen. Dalam bentuknya yang ringan, leptospirosis dapat muncul sebagai penyakit mirip influenza dengan sakit kepala dan mialgia.
“Sementara leptospirosis berat, ditandai dengan penyakit kuning, disfungsi ginjal, gangguan paru, gangguan pendarahan atau yang disebut sebagai sindrom weil’s. Jadi kalau pasien menderita ringan dia tidak akan menjadi sindrom weil’s, begitu juga sebaliknya” ucapnya.
Terkait pencegahannya, imbuh Doni yang perlu dilakukan pertama kali yaitu kontrol melalui penyuluhan kepada masyarakat supaya berhati-hati ketika memasuki wilayah yang berisiko terkontaminasi bakteri leptospira.
“Kkalau masuk ke daerah-daerah yang berisiko itu hati-hati, jangan sembarang main air, masuk sawah tanpa pelindung apapun supaya kita tidak terpapar. Kalau sedang bersih-bersih untuk jangan lupa memakai sarung tangan supaya tidak terpapar kuman,” tutupnya. (riz/fat)