Jakarta (pilar.id) – Yon Machmudi, pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa konflik di Sudan mirip dengan yang terjadi di Libya, di mana terjadi perselisihan antara faksi-faksi militer.
Ia memperkirakan bahwa konflik bersenjata di Sudan akan berlangsung lama. “Saya kira ini adalah proses transisi dari sebelumnya dan tidak akan segera menuju ke stabilitas. Di satu sisi, masyarakat juga tidak puas dengan pemerintahan militer yang ada sebelumnya,” ujar Yon.
Yon menyatakan bahwa Indonesia dapat membantu dengan mengimbau pemerintah Sudan untuk menciptakan kondisi yang stabil dan menghindari korban di antara masyarakat sipil.
Ditulis voaindonesia.com, Yon juga mengatakan bahwa Indonesia dapat meminta para elit politik di Sudan untuk memperhatikan keselamatan dan nasib rakyat agar tidak menjadi korban dalam konflik dan perang saudara yang berkelanjutan.
Pertempuran antara pasukan Angkatan Bersenjata Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Abdil Fattah al-Burhan dengan paramiliter RSF (Pasukan Sokong Cepat) yang dikomandoi oleh Jenderal Muhammad Hamdan Dagalu meletus pada Sabtu dua pekan lalu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pertempuran di ibu kota Khartoum dan kota-kota lain di Sudan telah menewaskan lebih dari 400 orang dan melukai paling tidak 3.500 orang lainnya. (hdl)