Jakarta (pilar.id) – Setelah mengamami kemandegan di tahun 2021 lalu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika tahun 2022 ini masuk menjadi salah satu prioritas di Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Dalam rangka melakukan perubahan dan revisi atas RUU Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Divisi Perempuan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI).
RDPU ini digelar demi mendengarkan pendapat dan masukan dari para perempuan yang pernah menjadi korban Napza atas perubahan di RUU Narkotika.
“Kejadian ini sangat berarti buat kita bahwa memang undang-undang ini tidak hanya dalam konteks perbaikan dari sisi regulasi, tapi bagaimana juga terhadap para korban-korban ini atau pelaku menyangkut masalah narkotika,” kata Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Sudding mengatakan bahwa pihaknya sedapat mungkin akan mencarikan solusi yang tepat agar korban perempuan penyalahguna narkotika terjauh dari kekerasan, pelecehan dan sebagainya.
“Supaya ada satu tempat khusus, katakanlah seperti itu nantinya, jadi pada saat proses dan pasca,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa korban perempuan penyalahguna narkotika yang menjadi warga binaan di lembaga pemasyarakatan akan menjadi pencermatan pula oleh pihaknya.
Sebelumnya, Divisi Perempuan PKNI berinisial B memperjuangkan aspek perspektif gender untuk masuk dalam revisi UU Narkotika. Ia menyebut banyak pasal-pasal dalam UU Narkotika yang selama ini diterapkan alpa akan isu perempuan yang menjadi penyalahguna narkotika.
“Negara harusnya memberikan tindakan tegas pada aparat penegak hukum yang melakukan pelecehan atau kekerasan verbal atau psikis terhadap perempuan pengguna Napza,” katanya.
B kemudian menceritakan pengalamannya dua tahun silam saat ditangkap terkait penyalahgunaan narkotika, di mana disebutnya penangkapan tidak dilakukan oleh polisi wanita. Tindakan demikian, sambungnya, juga dialami oleh banyak rekan perempuan PKNI yang pernah menjadi penyalahguna narkotika.
“Yang mana saya harus membuka, mengganti baju di depan mereka, itu menurut saya tidak adil bagi perempuan pengguna Napza. Hal itu sepatutnya tidak saya alami karena proses hukum yang harusnya saya terima mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Ia berharap amendemen UU Narkotika nanti tidak lupa untuk memasukkan isu-isu perempuan yang mana disebutnya berimplikasi pula pada anak dan keluarga.
“Kami juga butuh sebenarnya enggak hanya pada proses penangkapan, tapi pada proses hukum tim penyelidik. Kadang kita mau cerita suka enggak nyaman dengan petugas laki-laki karena mereka kecenderungannya meremehkan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh pun mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan banyak masukan yang sangat berguna untuk perbaikan revisi UU Narkotika ke depan.
“Kami menunggu dari PKNI masukan secara tertulis untuk masukan undang-undang ke depan,” kata Pangeran mengakhiri rapat. (fat)