Surabaya (pilar.id) – Pemerintah seakan-akan tidak henti-hentinya menyengsarakan buruh. Penderitaan buruh di Indonesia terasa lengkap dengan munculnya aturan yang menyatakan bahwa klaim dana jaminan hari tua (JHT) harus usia 56 tahun.
Sebelumnya melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) telah mengkebiri kesejahteraan buruh. Dari mulai upah murah yang kenaikannya di Jawa Timur rata-rata hanya sebesar 0,75 persen.
Bahkan ada 5 kabupaten/kota yang tidak mengalami kenaikan upah sama sekali, yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember dan Kabupaten Pacitan.
Kemudian prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dipermudah dengan alasan efisiensi, yang sebelumnya di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal ini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun dihidupkan kembali dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Lebih parah lagi pesangon buruh yang ter-PHK tersebut hanya diberikan separuhnya atau 50 persen,” kata Sekretaris Perda Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur, Jazuli, Rabu (16/2/2022).
Terbaru Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, mengeluarkan regulasi yang mengatur soal jaminan hari tua (JHT) yang menentukan bahwa JHT tidak boleh diambil keseluruhan jika usia buruh belum mencapai 56 tahun. Beleid Menaker itu dituangkan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Meskipun Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan melarang Pemerintah untuk membuat peraturan baru, nyatanya Pemerintah dengan angkuhnya tetap memaksakan berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turuanannya.
“Merespon hal tersebut, hari ini KSPI serentak di seluruh Indonesia melakukan aksi demonstrasi. Khusus di Jawa Timur aksi demonstrasi di pusatkan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur,” tegasnya.
Aksi demonstrasi di Jawa Timur diikuti sekitar 1.000 orang massa buruh dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang, Banyuwangi, Jombang dan Tuban.
Massa aksi mulai bergerak bersama dari Kawasan Industri masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di depan Mall Royal Plaza, Jl. Frontage A. Yani Surabaya sekitar pukul 11.00 WIB. Kemudian bersama-sama bergerak menuju Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur untuk menyampaikan aspirasinya.
Adapun tuntutan aksi demonstrasi buruh hari ini yaitu menolak upah murah. DPRD Provinsi Jawa Timur agar mendesak Gubernur Jawa Timur untuk merevisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2022 yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/783/KPTS/013/2021 tanggal 20 November 2021 dan lakukan pembahasan ulang UMP Jawa Timur tanpa menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Lalu, DPRD Provinsi Jawa Timur agar mendesak Gubernur Jawa Timur untuk merevisi Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/803/KPTS/013/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur Tahun 2022. Naikkan UMK di Jawa Timur tahun 2022 sebesar 7,05 persen, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur yang mencatat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 7,05 persen pada kuartal II-2021.
DPRD Provinsi Jawa Timur agar mendesak Gubernur Jawa Timur untuk segera menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK) di Jawa Timur tahun 2022 sebagaimana usulan Bupati/Walikota dan hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Kemudian, masa aksi juga meminta agar pemerintah mewujudkan jaminan sosial yang berkeadilan. Mendesak DPRD Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan Kementerian Ketenagakerjaan agar membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang mempersyaratkan usia buruh 56 tahun baru dapat mencairkan dana JHT.
Selain itu, pemerintah segera lakukan pendandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan BPJS Kesehatan, agar warga miskin/tidak mampu sebanyak 622.986 jiwa yang kepesertaannya nonaktif dapat aktif Kembali sehingga dapat digunakan untuk mengakses layanan kesehatan.
Pasalnya di awal tahun 2022 sebanyak 622.986 warga miskin/tidak mampu Jawa Timur kepesertaan BPJS Kesehatannya dinonaktifkan sepihak oleh Pemprov Jatim. Penonaktifan tersebut dikarenakan tidak diperpanjangnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan BPJS Kesehatan.
Lebih lanjut karena Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak lagi menyediakan anggaran untuk iuran BPJS Kesehatan warga miskin/tidak mampu. Hal tersebut tidak sejalan dengan Instruksi Presiden RI Nomor: 8 Tahun 2018 dan Nomor: 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
“Salah satu poin dalam Inpres tersebut, Presiden Joko Widodo meminta kepada Gubernur se-Indonesia untuk mengalokasikan anggaran dan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan untuk warga miskin/tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerntah provinsi,” pungkas Jazuli. (her/fat)