Yogyakarta (pilar.id) – Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta memanfaatkan berbagai media dan sarana sebagai upaya pelestarian sastra Jawa, salah satunya melalui film yang diharapkan dapat lebih mudah diterima oleh generasi muda. Sebab, pelestarian sastra daerah saat ini menghadapi tantangan perubahan zaman dan budaya asing.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti mengatakan bersama sutradara BW Purbanegara, pihaknya telah memproduksi film pendek berdurasi 22 menit dengan judul Gegaraning Akrami.
Film ini memadukan sastra Jawa tradisional dengan budaya modern anak muda dalam sebuah kisah percintaan yang dikemas ringan agar mudah diterima generasi muda.
“Film yang kami produksi ini juga sudah ditayangkan di Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) pada akhir Oktober. Film ini mengangkat kisah kehidupan sehari-hari anak muda masa kini, Ratih dan Bagas, yang mencoba menjembatani kebutuhan modern dan tradisional saat mempersiapkan pernikahan mereka,” jelas Yetti, Selasa (1/11/2022).
Selain itu, Yetti mengaku media film dipilih sebagai salah satu upaya pelestarian sastra Jawa karena dinilai lebih mampu merepresentasikan situasi sosial budaya di sebuah daerah.
Menurutnya, film ini juga akan memberikan dampak tidak langsung bagi penonton terkait nilai-nilai yang disampaikan.
Adanya kesempatan penayangan film di UWRF akhir oktober lalu, lanjut Yetti juga sangat strategis sebab acara tersebut merupakan festival sastra tahunan yang cukup besar dan dihadiri oleh banyak pemerhati sastra dari berbagai negara. Selain itu, film pendek ini juga akan ditayangkan di akun YouTube Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Sementara itu, BW Purbanegara mengungkap, film berbahasa daerah di industri film nasional masih sangat jarang, sehingga kehadirannya justru sangat dinantikan. Selain itu, Jogja Library Center dipilih sebagai lokasi utama dengan pengambilan gambar, menurutnya bangunan tersebut memiliki arsitektur yang mendukung sisi artistik film.
“Disini kita mencoba memadukan sastra Jawa tradisional dengan budaya modern anak muda, apalagi film berbahasa daerah di industri film nasional masih sangat jarang, jadi banyak yang nunggu. Penayangan di UWRF juga memberikan kesempatan bagi film ini untuk mendapat penonton yang tepat dan apresiasi yang bagus,” katanya. (riz/hdl)