Jakarta (pilar.id) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penertiban terhadap sembilan kapal ikan Indonesia (KII) yang melanggar ketentuan perizinan usaha dalam operasi pengawasan selama satu minggu terakhir di perairan Batam, Belawan, dan Makassar.
“Dalam hal ini, kapal-kapal tersebut tidak memiliki izin usaha di sub sektor penangkapan ikan di WPPNRI dan diduga juga merupakan kapal yang memiliki izin dari daerah untuk menangkap ikan di wilayah lebih dari 12 mil laut,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksda TNI Adin Nurawaluddin, Jumat (26/5/2023).
Adin menjelaskan bahwa sembilan kapal perikanan yang ditertibkan tersebut adalah KM. Bintang Cerah 1 (29 GT), KM. Berlian X (30 GT), KM. SAM ZAM 02 (19 GT), KM. BAJO AZARY 01 (9 GT), KM. Cipta Harapan 1 (30GT), KM. Semangat Jaya 89 (29 GT), KM. Fortuna Line 3 (30 GT), KM. Indah I (30 GT), dan KM. Mulia Indah 2A (30 GT).
Adin menegaskan bahwa setiap kapal perikanan Indonesia (KII) harus memiliki Perizinan Usaha yang sesuai dengan jalur dan wilayah penangkapan ikan.
Adin menjelaskan bahwa ketentuan perizinan usaha memberikan ruang bagi kapal perikanan dengan kapasitas di bawah 30 GT untuk beroperasi di wilayah lebih dari 12 mil laut dengan izin usaha dari Pemerintah Pusat.
“Wilayah lebih dari 12 mil laut masuk dalam kewenangan izin usaha dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, kapal-kapal dengan kapasitas di bawah 30 GT harus mengajukan izin dari Pusat sebelum dapat menangkap ikan di wilayah tersebut,” jelas Adin.
Adin juga menegaskan bahwa jika ditemukan kapal dengan kapasitas di bawah 30 GT yang beroperasi di wilayah lebih dari 12 mil laut tanpa izin dari Pusat, KKP tidak ragu untuk menghentikan operasinya sebagai upaya untuk menjaga pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dan bebas dari aktivitas penangkapan ikan illegal.
Saat ini, sembilan kapal perikanan tersebut sedang diperiksa oleh Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PSDKP terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan menjalani proses pengenaan sanksi administratif.
Hal ini sesuai dengan Pasal 320 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Berbasis Risiko, di mana setiap pelanggaran terhadap kegiatan penangkapan ikan di WPPNRI yang tidak memenuhi persyaratan Perizinan Usaha akan dikenakan denda administratif.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa pengenaan sanksi administratif merupakan bentuk keadilan restorative (restorative justice) dan upaya untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan lima program prioritas Ekonomi Biru untuk memulihkan kesehatan laut dan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. (usm/hdl)