Jakarta (pilar.id) – Komisi III DPR mendorong untuk menggunakan hak angket dalam rangka menyelidiki transaksi janggal senilai Rp349 triliun Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengatakan, usulan penggunaan hak angket itu masih dalam tahap pembahasan dari fraksi lain.
“Usulan teman-teman untuk angket terkait isu tersebut masih dalam tahap pembahasan dari teman-teman fraksi lain,” kata Sahroni, di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Sahroni menjelaskan, penggunaan hak angket tersebut juga masih menunggu masa sidang DPR berikutnya. Sebab, usai reses Idul Fitri 2023 nanti, Menteri Keuangan (Menkeu) akan memberikan penjelasan lanjutan. Apabila, Sri Mulyani tak bisa menjelaskan secara clear, maka DPR akan menggunakan hak angketnya.
“Kalau bu menteri telah memberikan laporan yang sudah diselesaikan, dan masih ada pertanyaan. Maka kita minta kembali apa yang menjadi isu dari Rp349 triliun,” kata Sahroni.
Menurut Sahroni, dari penjelasan Sri Mulyani di Komisi II DPR hari ini cukup memberikan titik terang. Namun, ada perlu penjelasan lebih detail dari 300 surat yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sahroni menambahkan, pemerintah tidak perlu membentuk satgas tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebab, saat ini sudah ada Komite TPPU yang bertugas mendalami isu tersebut.
“Jadi satgas sebenarnya nggak perlu. Itu buang-buang waktu karena sistemnya sama, strukturnya sama. Ya buat apa? Mending yang itu saja dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil daripada laporan hasil analisa PPATK kepada Komite TPPU,” kata dia.
Senada, anggota Komisi III DPR Benny K Harman awalnya mendukung pembentukan satgas. Namun, ia lantas tak jadi memberikan dukungannya setelah melihat anggota satgas TPPU.
“Kok itu-itu juga. Pak Mahfud masalah ini ada di kepabeanan, ada di perpajakan, ada di penegak hukum itu juga. Kok mereka lagi anggotanya. Nggak masuk di akal saya. Bagi saya ini agenda untuk close kasus ini secara halus,” kata Benny. (ach/hdl)