Bandung (pilar.id) – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengambil tindakan tegas terhadap dugaan praktik pungutan liar di SMKN 1 Sale, Kabupaten Rembang. Ahli kebijakan pendidikan menyoroti bahwa praktik pungutan liar di sekolah tidak dapat dibenarkan.
Tindakan tegas yang dilakukan Ganjar dengan membebastugaskan kepala sekolah perlu disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang terjadi, terutama karena kepala sekolah merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Profesor Cecep Darmawan, pakar kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, langkah tersebut harus sesuai dengan tingkat kesalahan dan peraturannya.
Hal ini dapat ditentukan apakah pelanggaran tersebut termasuk pelanggaran ringan, sedang, atau berat.
Cecep menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terkait dugaan pungutan liar di sekolah tersebut.
Perlu diketahui apakah itu berupa pungutan atau sumbangan. Jika itu adalah sumbangan, maka tidak boleh ada penentuan besaran, waktu, dan harus bersifat sukarela.
“Sementara jika itu adalah pungutan atau iuran, maka besaran harus ditentukan dan bersifat wajib. Jika provinsi (Pemprov Jateng) telah menetapkan larangan terhadap pungutan, maka setiap pungutan tersebut dilarang,” jelasnya.
Cecep menekankan bahwa meskipun kepala sekolah memiliki niat baik untuk membangun sarana mushola di sekolah, seharusnya kepala sekolah mengumpulkan dana tersebut melalui jalur sumbangan, bukan iuran atau pungutan.
Niat baik saja tidak cukup, tetapi harus didukung dengan cara yang baik pula. Bahkan akan lebih baik jika kepala sekolah meminta bantuan dari dinas pendidikan atau gubernur setempat untuk membangun tempat ibadah.
“Seharusnya ada permintaan kepada gubernur melalui Dinas Pendidikan untuk membantu mendirikan mushola tersebut. Karena itu adalah SMK Negeri. Mungkin niat kepala sekolahnya baik, agar siswa terbiasa bersedekah, tetapi caranya bukan pungutan melainkan sumbangan yang bersifat sukarela, seikhlasnya, dan tidak ada penentuan besaran. Sumbangan tidak dilarang. Tidak ada larangan bagi anak untuk menyumbang sejumlah uang. Sayangnya, kepala sekolah melakukan pungutan bukan sumbangan,” ungkapnya.
Dalam kondisi saat ini, menurut Cecep, masalah ini sebaiknya dibahas secara musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak. Terlebih karena kata yang digunakan adalah infak, maka nominal nilai yang diberikan haruslah sukarela. Meskipun tujuan kepala sekolah tersebut terpuji, pendekatannya tidak dapat dibenarkan.
Sebelumnya, Gubernur Ganjar menerima aduan terkait dugaan praktik pungutan liar yang dikemas dalam bentuk infak di SMK Negeri 1 Sale, Kabupaten Rembang, setiap kali naik kelas. Temuan ini terungkap secara tidak sengaja ketika Ganjar memberikan motivasi dalam sebuah seminar di Pendopo Kabupaten Rembang. (hdl)