Jakarta (pilar.id) – Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk menjatuhkan vonis terhadap Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe, sesuai dengan tuntutan yang telah disampaikan pada Rabu (13/9/2023) lalu.
“Kami tetap berpegang pada tuntutan kami, yaitu agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sesuai dengan surat tuntutan kami,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Yoga Pratomo, dalam sidang lanjutan dengan agenda replik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/9/2023).
Yoga Pratomo juga menegaskan bahwa argumen yang diajukan oleh Lukas Enembe dan tim penasihat hukumnya dalam nota pembelaan atau pleidoi harus ditolak.
Jaksa dari komisi antirasuah tersebut berpendapat bahwa tuduhan yang diajukan oleh penasihat hukum dalam pleidoi serta pernyataan Lukas Enembe dalam pleidoi pribadinya tidak sesuai dengan fakta yang ada.
JPU KPK tetap meyakini bahwa Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam melakukan tindak pidana korupsi yang melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Oleh karena itu, JPU KPK tetap mempertahankan tuntutan yang menginginkan Lukas Enembe dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun dan enam bulan, serta denda sebesar Rp1 miliar yang akan dijalani dalam penggantian pidana kurungan selama enam bulan.
Selain itu, tuntutan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp47.833.485.350 juga tetap diajukan kepada Lukas Enembe. Dengan ketentuan bahwa jika Lukas Enembe tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dia akan dihukum dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Yoga Pratomo juga menambahkan, “Kami juga mengusulkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana.”
Sebelumnya, Lukas Enembe telah membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada tanggal 21 September. Dalam pleidoi tersebut, dia meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari semua dakwaan, mengembalikan aset-asetnya yang disita oleh KPK, dan memulihkan nama baiknya.
Dalam perkara ini, JPU KPK mendakwa Lukas Enembe dengan dua dakwaan. Pertama, dia didakwa menerima suap sejumlah Rp45.843.485.350 dengan rincian Rp10.413.929.500 dari pengusaha Piton Enumbi, Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur, dan Rp35.429.555.850 dari Rijatono Lakka, Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua, sekaligus CV Walibhu.
Kedua, Lukas Enembe juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan, Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013. (hdl)