Jakarta (pilar.id) – Dosen Prodi Hubungan Internasional, Universitas Paramadina, Dr Atnike Sigiro mengatakan, studi yang membahas perempuan dalam politik luar negeri masih sangat marginal. Hal itu disampaikan Atnike bertepatan dengan peringatan Hari Ibu nasional.
Kata dia, ada beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama, dari representasi aktor, perempuan masih sangat sedikit jika dilihat dari perwakilan Indonesia di negara-negara ataupun lembaga-lembaga internasional atau multilateral.
Dari sekitar 90 lebih duta besar Indonesia, hanya 15 di antaranya adalah duta bessr perempuan.
“Artinya, perempuan yang berhasil meniti jenjang karir di dunia diplomasi masih sangat sedikit. Meskipun Menteri Luar Negeri sekarang adalah perempuan,” kata Atnike kepada Pilar.id, Rabu (22/12/2021).
Kedua, dari segi kerja sama Indonesia pada beberapa lembaga multilateral semisal ASEAN yang hanya 10 negara, Indonesia semestinya bisa lebih bersuara pada persoalan-persoalan gender. Lagipula ASEAN sudah memiliki ASEAN Commission on The Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) di Sekretariat ASEAN, Jakarta.
Tetapi, peran lembaga tersebut di ASEAN masih marginal. Padahal di masa pendemi sekarang, perempuan sudah diakui oleh dunia internasional sebagai sosok yang memikul beban lebih banyak di rumah tangga, dari soal pendidikan anak sampai pada urusan lainnya di masa pandemi covid-19.
Ketiga, Indonesia juga sedang di assessment perihal kebijakan anti diskriminasi terhadap perempuan yang dilaksanakan oleh PBB di bawah shadow committee. hal itu merupakan satu agenda politik luar negeri yang perlu mendapat perhatian.
Keempat, saat ini ILO sedang mendorong negara-negara anggota ILO agar meratifikasi ketentuan Nomor 190 Tahun 2019 tentang Pelecehan dan kekerasan di dunia kerja. Hal itu juga perlu mendapat perhatian dalam politik diplomasi luar negeri Indonesia. Terlebih Indonesia negara yang memiliki banyak pekerja migran perempuan yang sering mengalami kekerasan di luar negeri.
“Secara umum isu perempuan dalam politik diplomasi luar negeri masih sangat marginal. Meski di negara-negara lain juga ada yang masih marginal, tetapi ada negara-negara yang sudah lebih maju dalam politik luar negeri terkait isu perempuan,” pungkasnya. (her)