Jakarta (pilar.id) – Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Sabtu (22/3/2023). Keputusan tersebut mengacu pada sidang Isbat yang digelar sejak sore tadi.
“Tadi sidang Isbat menetapkan, 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu, 22 April 2023,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, di Jakarta, Kamis (20/4/2023).
Sebelum sidang Isbat digelar, Kemenag melakukan pemantauan hilal atau rukyatul hilal terlebih dahulu di berbagai daerah. Dijelaskan, terdapat 123 titik pemantauan di seluruh Indonesia.
“Tadi sidang agak tertunda karena menunggu data dari Aceh,” kata Yaqut.
Sementara itu, berdasarkan data hisab, pada hari Kamis (29 Ramadan 1444 H / 20 April 2023 M, posisi hilal saat matahari terbenam berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 0° 45′ (0 derajat 45 menit) sampai 2° 21,6′ (2 derajat 21,6 menit). Adapun sudut elongasi antara 1° 28,2′ (1 derajat 28,2 menit) sampai dengan 3° 5,4′ (3 derajat 5,4 menit).
Sebelumnya, Yaqut juga menerbitkan surat edaran penyelenggaraan Hari Raya Idulfitri 1444 H/2023 M. Dalam Edaran No SE 05 tahun 2023 ini, Menag mengimbau umat Islam menjaga ukhuwah Islamiyah dalam menyikapi perbedaan awal Syawal 1444 H/2023 M.
Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah menginformasikan akan merayakan Idulfitri pada 21 April 2023. Sementara pemerintah terlebih dahulu menggelar sidang isbat (penetapan) awal Syawal 1444 H/2023 M.
“Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi kemungkinan perbedaan Penetapan 1 Syawal 1444 H/2023 M,” kata Yaqut.
Wakil Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kyai Shofiyullah mengatakan, perbedaan memang tidak bisa dihindari karena sudah terjadi sejak awal kehadiran Islam. Ia juga menekankan, bahwa perbedaan itu indah.
“Tapi akan lebih indah lagi kalau bisa bersatu. Bisa saja hari rayanya besok, tapi sholat Iednya Sabtu. Andaikan ini nanti diputuskan,” kata dia.
Senada Anggota Majelis Tarjih dan Tajid PP Muhammadiyah Agus Purwanto mengatakan, perbedaan adalah suatu keniscayaan. Ia juga sepakat kalau bisa umat Islam bersatu. Karena itu, ia berharap tokoh-tokoh organisasi masyarakat (ormas) tidak memberikan pernyataan yang membuat gerah.
“Perbedaan ini suatu keniscayaan,” kata dia. (ach/hdl)