Jakarta (pilar.id) – Kondisi perekonomian nasional jelas semakin sulit dan menambah tantangan ke depan. Apalagi biang keladinya kalau bukan karena kenaikan harga sejumlah komoditas. Sebut saja minyak goreng, bahan bakar minyak (BBM) hingga rencana pemerintah menaikkan harga elpiji 3 kg dan BBM subsidi.
Ekonom Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha M Rachbini menilai, kondisi tersebut sangat memberatkan masyarakat. Apalagi kondisi masyarakat saat ini sebenarnya belum pulih akibat pandemi covid-19 dan belum bisa kembali sebagaimana masa sebelum pandemi.
“Harga-harga yang melonjak tersebut, terutama minyak goreng dan BBM, sangat memberatkan masyarakat,” kata Eisha dalam acara Diskusi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di Twitter Space Didik J Rachbini dengan tema “Masa Depan APBN dan Warisan Utang Jokowi”, Minggu (24/4/2022).
Oleh sebab itu, kata Eisha, pemerintah harus memprioritaskan subsidi yang seharusnya diberikan kepada orang tidak mampu. Kondisi kenaikan harga-harga rentan akan menimbulkan tingkat kemiskinan yang semakin parah.
Menurut dia, mereka yang sebelumnya bukan tergolong masyarakat miskin, berisiko jatuh menjadi golongan masyarakat tidak mampu atau miskin, jika pemerintah tak segera mengambil langkah.
“Masyarakat tidak mempunyai kemampuan yang cukup ketika terjadi kenaikan harga-harga,” tegasnya.
Baru-baru ini, pemerintah memutuskan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada masyarakat. Hal itu dilakukan imbas tingginya harga minyak goreng.
“Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan,” ujar Jokowi.
Bantuan diberikan sebesar Rp100.000 setiap bulannya. Pemerintah memberikan bantuan tersebut untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni, yang akan dibayarkan di muka pada bulan April 2022 sebesar Rp300.000. (her/din)