Surabaya (pilar.id) – Informasi palsu atau bohong (hoaks) masih banyak bertebaran di tengah masyarakat, terlebih beredar melalui media sosial.
Untuk itu masyarakat perlu memperhatikan sejumlah hal yang menjadi kiat khusus agar bisa aman dari informasi hoaks ini. Di antaranya dengan mengembangkan prasangka baik atau prasangka buruk terhadap orang lain.
Hal ini disampaikan Sapto Anggoro, Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers, saat memberi sambutan dalam Pelatihan Literasi Media untuk Publik Melawan Mis/Disinformasi di Kampi Hotel Surabaya, 28-29 September 2022.
“Kalau mau selamat, tingkatkan nalar kritis atau critical thinking. Tingkatkan literasi yang berkaitan dengan baca, tulis, dan referensi-referensi lain,” tegas Sapto.
Acara ini digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) wilayah Jawa Timur berkolaborasi dengan tim Cek Fakta yang didukung oleh Dewan Pers, AJI, Mafindo dan Google News Initiative, serta didukung penuh oleh Djarum Foundation, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO), Pelindo dan PTPN X.
Sapto mewanti-wanti masyarakat untuk lebih melek dan tetap berhati-hati dalam bermedia sosial. Dampak besar yang merugikan orang lain harus dijadikan pertimbangan.
“Kalau mendapati berita yang belum jelas kebenarannya sebaiknya tidak dibagikan dulu, seleksi dulu sebelum dishare,” katanya.
Pentingnya membangkitkan kesadaran literasi ini yang membuat Dewan Pers menyambut dan mendukung kegiatan yang digelar AMSI tersebut.
“Berita-berita hoaks itu terjadi ada kalanya karena misinformasi (kesalahan yang tidak disengaja) ada pula karena disinformasi (kesalahan yang memang disengaja). Bahkan, kesalahan itu bisa disengaja sejak dalam pikiran pelakunya,” jelasnya.
Sementara Dewan Pertimbangan dan Pengawas AMSI Pusat, Dwi Eko Lokonoto, dalam paparannya menyampaikan pentingnya literasi media di era banjir informasi saat ini.
Media, kata Lucky, panggilan akrabnya, merupakan sumber informasi yang penting bagi publik di belantara infodemi informasi. “Peran media diperlukan sebagai clearing house di antara banyaknya mis/disinformasi yang beredar di media sosial,” katanya.
“Publik perlu mendapatkan pengetahuan dan edukasi atau literasi bagaimana memanfaatkan informasi media sebagai pembanding informasi untuk melawan dis/misinformasi atau news literacy,” ujarnya.
Literasi media meliputi penguatan pengetahuan tentang peran dan manfaat media massa di masyarakat serta cara kerja media.
Literasi juga mencakup penguasaan keterampilan dan pengetahuan seputar produksi dan diseminasi informasi, mulai dari menganalisis dan mengevaluasi pesan media hingga memahami mekanisme kerja industri media.
“Literasi media ini juga penting agar masyarakat lebih kritis dalam menerima informasi dan dapat mendorong para jurnalis dan pemilik perusahaan media juga terpacu untuk meningkatkan pemberitaan yang sesuai dengan kaidah jurnalistik. Di banyak negara maju, tingkat literasi media berbanding lurus dengan kualitas pemberitaan medianya,” tegas Lucky. (hdl)