Jakarta (pilar.id) – Kasus penculikan dan pembunuhan anak MFS (11) yang diduga dilakukan oleh 2 orang yang masih berusia anak AD (17) dan MF (14) di Makassar menjadi perhatian banyak pihak.
Ditegaskan Anggota KPAI Sub Komisi Pengaduan Anak, Dian Sasmita, KPAI mengaku sangat prihatin dengan kasus penculikan dan pembunuhan yang terjadi di Makassar.
“KPAI menyampaikan duka mendalam bagi keluarga korban,” tegasnya.
Hingga saat ini KPAI sedang berkoordinasi dengan Kepolisian Resor Kota Besar Makassar dan Balai Pemasyarakatan Kota Makassar untuk mengawal kasus tersebut.
“Tersangka saat ini sudah ditangkap dan diamankan di Polres Makassar. Motif penculikan dan pembunuhan ini adalah obsesi untuk melakukan transaksi menjual organ tubuh manusia dengan nilai jual jutaan Dollar,” paparnya.
Saat ini, dijelaskannya kedua tersangka dikenakan pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP subsider Pasal 170 ayat 3.
“KPAI menghimbau agar penegak hukum menjalankan proses pidana dengan menghormati hak-hak anak sesuai mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak dan keadilan,” urainya lagi.
Kejadian ini menjadi alarm pemerintah bahwa literasi digital sejak dini sangat penting diberikan pada anak.
“KPAI meminta Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri agar mengusut tuntas website perdagangan organ tubuh,” imbuhnya.
Selain itu, KPAI meminta Kemenkominfo agar meningkatkan pengawasan dan menutup akses situs pencarian online yang tidak memiliki sistem penyaring konten kekerasan dan sensitif, seperti yandex.eu. Menjadi penting agar para orang tua aktif mengawasi anak-anaknya ketika berselancar di dunia maya serta membangun komunikasi lebih asertif dengan anak.
Berdasarkan laporan Global Financial Integrity (GFI) pada Tahun 2017, organ tubuh menjadi komoditas yang diperjualbelikan secara ilegal.
Diperkirakan, setiap tahun terdapat 12 ribu organ tubuh manusia yang diperdagangkan dengan total transaksi sebesar USD 840 juta hingga USD 1,7 miliar.
Adapun organ-organ yang diperjualbelikan secara ilegal umumnya terdiri atas lima organ, yaitu ginjal, lever, jantung, paru-paru, dan pankreas. Untuk ginjal, setiap tahun diperkirakan ada 7.995 ginjal manusia yang diperdagangkan secara ilegal dengan kisaran harga USD 50-120 ribu per buah.
Sedangkan organ lever manusia yang diperdagangkan mencapai sekitar 2.615 buah setiap tahun dengan kisaran harga hingga USD 99-145 ribu per buah.
Untuk organ jantung diperkirakan diperjualbelikan hingga 654 buah per tahun dengan harga di kisaran USD 130-290 ribu per buah.
Kemudian untuk paru-paru manusia diperjualbelikan sebanyak 469 buah per tahun dengan harga di kisaran USD 150-290 ribu per buah. Ada pula pankreas manusia yang diduga dijual 233 buah setiap tahun dengan kisaran harga USD 110-140 ribu per buah.
Dalam kasus-kasus perdagangan organ tubuh manusia secara ilegal terjadi di banyak negara, di antaranya di Pakistan, India, Afrika Selatan, Filipina, Israel, Kolombia, wilayah Balkan, Turki, Eropa Timur, AS, Inggris, Makedonia, dan Kanada.
GFI juga menerangkan terhadap lima aktor utama yang memiliki peran penting dalam perdagangan organ manusia di dunia. Yaitu pemasok, penerima, makelar, tim transplantasi, dan orang-orang di sektor pelayanan publik.
Pemasok berperan menyediakan organ yang ingin dijual. GFI menilai biasanya mereka berasal dari negara berkembang yang miskin dan tidak berpendidikan. Sedangkan penerima adalah orang yang membeli organ tubuh. Biasanya berasal dari negara maju dengan pendapatan menengah ke atas atau dari negara berkembang dengan pendapatan tinggi.
Sementara itu, makelar adalah individu yang merekrut pemasok, penerima, dan petugas medis yang bekerja sebagai tim transplantasi. Mereka adalah sindikat kecil yang bekerja secara sembunyi-sembunyi.
Lalu terdapat tim transplantasi, yang setidaknya terdiri atas ahli bedah, ahli anestesi, dan perawat, bertugas menentukan kecocokan kebutuhan organ dari pemasok kepada penerima serta melakukan transplantasi.
Yang terakhir adalah orang-orang yang bekerja di sektor pelayanan publik. Petinggi rumah sakit dan laboratorium, misalnya, adalah orang yang memfasilitasi tempat transplantasi organ. Selain petinggi fasilitas pelayanan kesehatan, aparat penegak hukum, bahkan maskapai penerbangan, juga bisa berperan dalam kejahatan ini.
Karena jejaring aktor yang masing-masing memiliki peran penting itu, GFI menyebut, perdagangan organ tubuh manusia secara ilegal merupakan bentuk kejahatan transnasional. Sebab, para aktor berjejaring dan tersebar di berbagai negara.
Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perdagangan organ ilegal terjadi setidaknya karena dua faktor, yaitu kemiskinan dan lemahnya peraturan perundang-undangan. Umumnya para pemasok organ tubuh berasal dari negara miskin. Terlebih lagi, negara tersebut tidak memiliki aturan yang ketat mengenai hal tersebut.
Di Negara Indonesia, perdagangan organ tubuh telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 192.
“Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Dalam Pasal 64 mengatur tentang transplantasi organ tubuh secara legal dalam rangka penyembuhan. Pasal 64 ayat (3) melarang jual-beli organ dan/atau jaringan tubuh manusia dengan dalih apa pun. (din)