Jakarta (pilar.id) – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkapkan, transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terjadi sejak 2009.
Transaksi mencurigakan di Kemenkeu yang terindikasi tindak pidana pencucian uang tersebut diduga melibatkan 647 pegawai.
“Melibatkan sekitar 647 orang pegawai di Kemenkeu, sejak tahun 2009 sampai 2023,” kata Mahfud, di Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Mahfud mengatakan, pihaknya bersama Menteri Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani memiliki hampir kesamaan prinsip dalam hal pemberantasan korupsi. Ia meyakini serta mendukung langkah-langkah Sri Mulyani untuk bersih-bersih di institusinya.
“Saya berbicara selalu memberi tanda-tanda senyum, bahwa itu cocok. Kalau ada pembicaraan yang sangat keras, karena kami punya semangat yang sama untuk memberantas korupsi,” kata Mahfud.
Ia juga memuji kinerja Kemenkeu yang telah mengembalikan uang negara sebesar Rp7,08 triliun dari kasus korupsi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menjelaskan, terkait transaksi Rp300 triliun yang mencurigakan bukanlah terkait korupsi.
“Bukan korupsi, tapi pencucian uang. Pencucian uang itu lebih besar dari korupsi, tapi tidak ngambil uang negara. Apalagi ngambil uang pajak, itu nggak, bukan itu,” kata dia.
Selama ini, kata Mahfud, Indonesia tidak pernah mengkonstruksi tindak pidana pencucian uang. Padahal, Indonesia memiliki Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. “Hanya ada 1, 2, 3 lah yang dihukum karena pencucian uang. Padahal itu jauh lebih besar dari korupsi,” kata dia.
Pemerintah, lanjut Mahfud, akan meminta aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, maupun kepolisian untuk menelusuri aliran dana Rp300 triliun tersebut. Mahfud bahkan hanya memberi waktu selama 1 bulan.
“Kalau dalam sebulan nggak ada perkembangan, saya ambil, saya pindah. Karena saya ambil sendiri, nggak bisa. Misalnya dari kejaksaan ke KPK,” kata dia. (ach/fat)