Jakarta (pilar.id) – Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Jakarta, Rosdiana Sijabat menilai, perbaikan ekonomi tak serta-merta dikaitkan dengan penundaan pilpres 2024. Meski begitu, Rosdiana berpandangan, sepertinya masyarakat masih nyaman dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia melihat bahwa pemerintahan Jokowi dua periode ini tetap konsisten terhadap tercapainya tujuan-tujuan yang berkaitan dengan ekonomi. Ia khawatir, jika Jokowi tak lagi menjadi presiden, maka arah kebijakannya akan berubah.
“Kalau saya sebenarnya kalau bisa Jokowi tiga periode. Pernyataan Bahlil adalah bentuk testing the water. Kalau saya sih nyaman dengan Jokowi. Kita khawatir kalau ada perubahan justru berubah lagi kebijakannya. Tapi kita tidak boleh egois dan terjebak dalam fanatisme,” ujarnya saat dihubungi Pilar.id, Selasa (11/1/2022).
Sementara itu, peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, stabilitas ekonomi dan politik adalah beberapa diantara pakem baku, yang menjadi konsentrasi dari pelaku usaha, bahkan sebelum pandemi terjadi.
Dengan pandemi yang terjadi, stabilitas ekonomi menjadi isu esensial karena ada banyak peluang munculnya varian baru dari covid-19. Jadi, proses evaluasi penanganan pandemi memang perlu terus dilakukan dalam beberapa tahun ke depan siapapun pemangku kebijakan nantinya.
Menurut dia, dengan ditundanya pemilu akan menunjukkan potensi tidak berjalannya kebijakan atau regulasi yang sudah dibuat dan disepakati oleh beragam stakeholder. Tentu ini bisa dinilai dunia usaha dan investor luar sebagai inkonsistensi dalam sebuah aturan atau kebijakan.
“Inkosisten kebijakan ini tentu bukan preseden yang baik bagi iklim bisnis,” kata Yusuf.
Namun jika pemilu tetap berlangsung, saran Yusuf, maka kebijakan pemerintah perlu tetap mengakomodasi proses pemulihan ekonomi melalui kebijakan APBN. “Saya kira karena sifatnya Undang-Undang (UU), maka sifatnya kebijakan saat ini bisa atau harus dilakukan oleh pimpinan pemerintahan selanjutnya,” tukasnya. (her)