Jakarta (pilar.id) – Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani menilai, keberadaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) akan membuat pemerintahan selanjutnya wajib meneruskan langkah pemindahan IKN ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Artinya, mulai 2024 dan seterusnya, pemerintah wajib menanggung dan menjalankan keputusan presiden saat ini, Joko Widodo,” kata Ajib, Rabu (19/1/2022).
Yang selanjutnya perlu dicermati, kata Ajib, adalah kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur dan kesiapan Penajam Paser Utara menjadi IKN. Situs ikn.go.id pada Selasa (18/1/2022) lalu menampilkan angka kebutuhan dana senilai Rp375,7 triliun.
Rinciannya Rp252,5 triliun bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), kemudian Rp123,2 triliun berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), swasta dan BUMN. Sedangkan versi buku saku IKN, pendanaan ibu kota baru ini mencapai Rp466 triliun.
Ketika orientasi pembiayaan menyangkut APBN, pemerintah harus hati-hati dalam mengatur utang. Karena posisi per November 2021 menyentuh angka Rp6.713,24 triliun, atau setara dengan 39,38 persen PDB.
Ratio utang ini akan terus bertambah pada tahun 2022 ini, karena direncanakan pemerintah akan kembali menambah hutang sebesar Rp973,6 triliun untuk kembali menambal kekurangan APBN 2022.
“Tahun 2022 akan menjadi tahun yang krusial, karena berbarengan dengan momentum tahun terakhir pemerintah boleh menggunakan instrumen UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Menangani Pandemi Covid-19, pemerintah bisa membuat rancangan defisit APBN lebih dari 3 persen PDB,” kata dia.
Hal strategis kedua adalah, mulai berjalannya agenda politik menuju pileg dan pilpres di semester kedua nanti. Agenda politik ini tentunya membutuhkan konsentrasi pemerintah dalam mengatur kebijakan-kebijakan ekonomi agar tetap bisa stabil dan tumbuh sesuai dengan proyeksi awal.
Dengan disetujuinya UU IKN ini, menambah daftar panjang fokus pemerintah untuk bisa mengatur keuangan dan hutang negara agar lebih managable.
Selain keuangan negara, yang perlu diukur oleh pemerintah adalah biaya sosial yang timbul di masyarakat dan aspek psikologis masyarakat yang bisa mempengaruhi asumsi makro ekonomi. Dengan perpindahan orang dan pemerintahan ke tempat yang baru, akan cenderung membuat inflasi meningkat, karena faktor kegiatan ekonomi yang tidak normal.
“Pemerintah sedang berupaya keras menaikkan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi ini tergerus oleh melonjaknya inflasi, sehingga secara umum bisa mereduksi kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Menurut dia, tahun 2022 ini adalah tahun yang strategis bagaimana Indonesia bisa bangkit kembali secara ekonomi pasca pandemi. Jangan sampai keuangan negara terbebani untuk kebijakan-kebijakan yang justru menambah berat. Seperti misalnya, belajar dari kebijakan kereta cepat Jakarta-Bandung yang kemudian menjadi beban APBN dalam perjalanannya.
UU IKN telah disetujui. Untuk selanjutnya bukan memperdebatkan apakah kita setuju atau tidak setuju dengan kebijakan perpindahan ibu kota ini.
Tetapi, untuk selanjutnya memberikan masukan ke pemerintah, agar bagaimana momentum di tahun 2022 ini pemerintah pro dengan pertumbuhan ekonomi dan pro dengan kesejahteraan rakyat. Jangan sampai, program pemindahan IKN ini menjadi beban masyarakat dan anak cucu kita di masa depan.
“Selanjutnya, kita akan sama-sama melihat di masa depan, apakah IKN ini akan menjadi momentum atau justru beban buat ekonomi nasional,” pungkasnya. (her/hdl)