Jakarta (pilar.id) – Peneliti senior Pusat Riset Politik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Prof Siti Zuhro mengatakan, bahwa partai politik (Parpol) islam terus mengalami penurunan perolehan suara.
Penurunan perolehan suara partai politik islam tersebut, menurut peneliti BRIN, Siti Zuhro, terjadi karena mereka terjebak pada isu-isu sosial keagamaan yang sempit. Partai politik islam, dinilai kurang memberikan ruang untuk isu-isu yang lebih luas sepereeti keadilan sosial maupun pemberdayaan kaum pinggiran.
“Partai politik Islam tidak berpihak pada isu-isu kemanusiaan, keadilan dan apalagi keberpihakan kepada wong cilik seperti masalah kemiskinan, pencaplokan tanah petani dan harga gabah,” kata Zuhro, di Jakarta, Kamis, (16/2/2023).
Lebih lanjut, Zuhro juga menjelaskan bahwa tren penurunan suara yang didapat oleh parpol islam ini terlihat dari agregat perolehan suara sejak Pemilu pertama tahun 1955 hingga Pemilu terakhir pada 2019 lalu.
Menurutnya, hal itu seharusnya menjadi alarm bagi seluruh kekuatan politik keumatan agar energi politik umat Islam yang besar dapat diartikulasikan secara efektif.
Parpol Islam, lanjut Zuhro, seharusnya bisa menjadi rumah besar bagi seluruh umat Islam. Namun, mereka justru lebih memprioritaskan untuk merangkul kelompok Islam tertentu.
“Secara politik mereka menginginkan berdirinya negara Islam, sementara bentuk negara kita adalah Pancasila. Mereka yang tidak sependapat dicap berafiliasi dengan PKI,” katanya.
Zuhro juga mengkritik cara berdakwah parpol Islam yang hanya menyasar kalangan pesantren, santri, dan kelompok pengajian. Sementara, kelompok Islam pinggiran tidak pernah disentuh.
Padahal, kelompok Islam pinggiran atau abangan yang jumlahnya mayoritas dari jumlah keseluruhan umat Islam yang mencapai 86,7 persen, justru tidak dijangkau karena beda pandangan politik.
“Kelompok Islam pinggiran atau abangan ini mayoritas buta huruf Al Quran, tidak bisa membaca Al Quran, serta pemahaman keagamaan dan Islamnya masih kurang. Kalau mau berdakwah, seharusnya ke kelompok Islam pinggiran,” katanya.
Ia menambahkan, tantangan parpol Islam pada Pemilu 2024 akan semakin berat dibandingkan Pemilu 2019 lalu. Terutama, kata dia, bagi parpol Islam baru bahkan diprediksi akan gagal masuk ke parlemen.
“Bisa jadi, tidak satu pun partai politik Islam, terutama yang baru lolos ke Senayan,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud menilai ada kesalahan yang dilakukan para pimpinan umat Islam saat ini dalam berdakwah, sehingga mereka kehilangan suaranya dalam setiap pemilu.
Menurutnya, kalau ingin merebut hati umat secara keseluruhan, maka tokoh-tokoh umat Islam seharusnya pakai cara Wali Songo yang membaur dengan masyarakat kecil.
“Jangan sampai ikannya banyak, tapi yang kita tebar jaring yang besar-besar matanya, maka tidak akan kena. Tetapi kalau kita pakai jaring kecil, pasti akan ketangkap,” kata Marsudi Syuhud. (ach/fat)