Jakarta (pilar.id) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan bukti komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan tenaga kerja dan keberlangsungan usaha di Indonesia.
Menurut Ida, substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perppu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja atau buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis,” ujar Ida, di Jakarta, Jumat (06/01/2023).
Adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain, pertama terkait ketentuan alih daya (outsourcing). Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.
“Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui peraturan pemerintah,” ujar Ida.
Kedua, terkait dengan upah minimum yang dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Pada Perpu ini ditegaskan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) serta dapat menetapkan upah minimum UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.
“Kata ‘dapat’ yang dimaksud dalam Perpu harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP,” kata Menaker.
Selanjutnya, Perppu juga memberikan penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih. Terkait penggunaan terminologi disabilitas, lanjut Ida, disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Ida menambahkan, dalam Perppu juga mengatur tentang penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Menaker menjelaskan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan, dan Jakarta.
“Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, perlindungan pekerja atau buruh dan juga keberlangsungan usaha,” kata dia. (ach/din)