Jakarta (pilar.id) – Tim kuasa hukum pemilik PT Duta Palma Surya Darmadi, Juniver Girsang membacakan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2023). Dalam nota pembelaannya, Juniver mengklaim kliennya telah menjalankan aturan dengan memenuhi kewajibannya kepada negara, yaitu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Pajak Penghasilan Badan (PPh).
“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp93.789.703.476, dan Pajak Penghasilan Badan (PPh) senilai Rp 621.427.645.990,” kata Juniver, di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Selain itu, Juniver menilai, kejaksaan telah mengabaikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Menurut dia, Surya seharusnya tidak dapat diproses hukum jika mengacu pada Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Berdasarkan Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebut bahwa lahan usaha yang berada di kawasan hutan diberi waktu tiga tahun atau hingga 2023 untuk mengurus perizinan pelepasan kawasan hutan. Dalam ketentuan tersebut juga termuat ancaman hukuman apabila melakukan pelanggaran, yaitu berupa sanksi administratif.
“Di dalam pledoi, fokus utama menyampaikan bahwa perkara ini tidak harus diproses. Karena, Kejaksaan mengabaikan Undang-Undang Cipta Kerja,” ujarnya.
Lebih jauh Juniver menjelaskan, manajemen masing-masing perusahaan Surya sudah mengurus izin-izin kepada instansi yang berwenang. Hasilnya, PT Kencana Amal Tani memperoleh dua Hak Guna Usaha (HGU) yakni HGU Nomor 02 tanggal 21 Januari 1997 dengan luas 5.384 hektar dan HGU Nomor 03 tanggal 6 November 2003 dengan luas 3.792 hektar. Sedangkan, PT Banyu Bening Utama mengantongi HGU Nomor 01 tanggal 10 Desember 2007 dengan luas 6.417,90 hektar.
“Artinya, untuk dua perusahaan ini sudah mengantongi HGU seluas 15.593,9 hektar. Namun, Panca Agro Lestari, Seberida Subur , Palma Satu, Banyu Bening Utama II, HGU-nya masih dalam proses,” ujar Juniver.
Namun, lanjut Juniver, proses pengurusan HGU untuk PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, dan sebagian PT Banyu Bening Utama II terhambat. Hal itu dikarenakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173-Kpts-11/1986 tahun 1986 menyatakan lahan tersebut masuk kawasan hutan.
Sementara, sertifikat HGU yang sebelumnya sudah terbit berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994, menyatakan lahan tersebut merupakan areal budi daya dan areal penggunaan lain (APL) yang langsung dapat diproses oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). “Akibatnya, tarik menarik dan tumpang tindih kepentingan pusat dan daerah, proses pengurusan izin empat perusahaan itu mandek sejak 2012,” ungkap Juniver.
Padahal, Pemerintah kini telah membuat kebijakan Omnibus Law, yang dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menguatkan dengan mengeluarkan Perpu Nomor 2 tahun 2022.
Karena itu, menurut Juniver, Kejaksaan semestinya dapat mematuhi aturan hukum administrasi yang diatur dalam UU Cipta Kerja tersebut. Dia mengkhawatirkan jika Surya diproses hukum, maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan membuat takut para investor untuk berinvestasi.
“Investor takut. Keputusan ditetapkan DPR dan presiden dan dinyatakan keabsahan, (tetapi oleh kejaksaan) tidak sah,” tambahnya.
Juniver juga meminta agar Surya dibebaskan dari tuntutan pidana. Sebab, kata dia, Surya tidak melakukan pelanggaran hukum seperti apa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum. “Tak pada tempatnya, Surya Darmadi diminta dan didudukkan menjadi terdakwa terhadap dugaan korupsi oleh Kejaksaan. Ini abuse of power. Diskriminasi penegakan hukum dan hak asasi manusia,” kata dia.
Sebelumnya, pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi dan eks Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman menjalani sidang tuntutan atas perkara kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/2/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Surya dengan hukuman pidana penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
“Menyatakan terdakwa Surya Darmadi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu, kedua dan ketiga primer,” ucap Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung M Syarifuddin. (ach/hdl)