Jakarta (pilar.id) – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, mengangkat isu fenomena hukum versus hukum dalam sistem hukum Indonesia saat ini. Hal ini ia sampaikan dalam pidato politiknya pada penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDIP di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta, pada Minggu (26/5/2024).
Megawati menyoroti pentingnya membangun sistem hukum yang berkeadilan di tengah fenomena hukum yang mengandung kebenaran berhadapan dengan hukum yang dimanipulasi. “Sikap politik partai ke depan tidaklah ringan, dan pekerjaan rumah untuk membangun sistem hukum yang berkeadilan sangat berat. Sekarang ini, hukum versus hukum. Hukum yang mengandung kebenaran berkeadilan melawan hukum yang dimanipulasi,” tegas Megawati.
Ia menyebut fenomena tersebut terjadi di berbagai lembaga penting seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Megawati mengkritik KPU yang dinilainya kurang memahami prinsip dasar pemilu yang harusnya langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. “Heran saya, KPU kok bisa nurut? Kan harusnya pasti luber, pasti jurdil. Jadi apa, netral? Eh, enggak. Pusing, dah,” ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan peran Bawaslu yang seharusnya memberikan peringatan keras. “Bawaslu mana saya dengar semprit? Tidak ada. Kan mestinya semprit itu keras banget ‘kan, prat, prit, apalagi yang kemarin (Pemilu 2024) mestinya prat, prit. Enggak ada. Sepi, sunyi, sendiri,” lanjut Megawati.
Selain itu, Megawati juga menyoroti kasus yang menimpa aktivis lingkungan di Pulau Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, yang dipenjara karena dianggap menyebarkan kebohongan. “Seperti yang saya bilang tadi, hukum versus hukum. Dianya yang benar-benar aktivis lingkungan, katanya dibilang dia bohong. Loh kan gampang, itu yang tadi saya bilang, pembuktian itu ‘kan juga sering dipalsukan. Akhirnya, toh, ya bebas,” katanya.
Megawati menyayangkan kejadian tersebut dan mengimbau penegak hukum untuk membebaskan aktivis lingkungan yang dipenjara. “Saya bilang ke para penegak hukum, bebaskan dia, gimana sih? Kayak apa nanti yang namanya pecinta lingkungan versus yang merusak, umpanya mereka merusak hutan, malah yang ditangkap yang membela,” tegasnya. (hdl)