Kudus (pilar.id) – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kudus bersama Organisasi Profesi Medis menolak Penghapusan UU Profesi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law), pada penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Selain IDI, Organisasi Profesi Medis Kesehatan tersebut diantaranya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua IDI Cabang Kudus, dr. Ahmad Syaifuddin menyatakan IDI beserta Organisasi Profesi Medis Kesehatan mendukung perbaikan sistem Kesehatan nasional dan menolak penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan atau Omnibus Law.
“Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat,” kata dr. Syaifuddin, Kamis (3/11/2022).
Sebagai organisasi kesehatan, lanjut dr. Syaifuddin pihaknya selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, dalam hal ini Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) dengan tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang ada.
“Selain itu, kami juga mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat,” terangnya dalam Jumpa Pers di Sekretariat IDI Cabang Kudus.
Dalam hal ini, lima organisasi profesi medis kesehatan menyepakati kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya. Yakni dengan memastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Sementara itu, perwakilan PDGI, drg. Rustanto menyebut hal paling mendesak yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. Pada 2016 WHO telah menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.
“Pemangku kepentingan yang dimaksud bukan hanya pemerintah, tapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain, isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini,” ungkapnya. (riz/hdl)