Surabaya (pilar.id) – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, baru-baru ini mengumumkan serangkaian kebijakan baru yang termasuk di dalamnya adalah penghapusan skripsi. Kebijakan ini diatur dalam Permendikbudristek No.53 Tahun 2023.
Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE, MT, Ak, memberikan tanggapannya mengenai kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa Unair mendukung kebijakan baru ini dengan positif.
“Kami di Unair menyambut baik kebijakan ini. Dengan adanya kebijakan ini, mahasiswa dapat mengejar studi sesuai dengan minat dan keahlian mereka,” ujarnya.
Prof. Nasih menjelaskan bahwa kebijakan ini bukan berarti menghapus skripsi secara keseluruhan, melainkan memberikan alternatif lain. “Ini bukan penghapusan skripsi, tetapi memberikan opsi lain. Jadi sekarang skripsi bukan satu-satunya jalur, tetapi ada alternatif lain yang dapat diambil,” terangnya.
Kebijakan baru ini memungkinkan mahasiswa untuk memilih opsi selain skripsi, seperti prototipe, proyek, atau tugas akhir yang setara. Profesor besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini juga menekankan bahwa mahasiswa memiliki kebebasan untuk memilih jalur kelulusan sesuai preferensi masing-masing.
“Meskipun skripsi masih ada, mahasiswa diberikan opsi untuk memilih projek atau prototipe. Bahkan kami memberikan fleksibilitas yang cukup luas bagi mahasiswa untuk lulus melalui jalur apapun,” jelas Prof. Nasih. Unair telah mengimplementasikan opsi pengganti skripsi dengan persyaratan prestasi di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas).
Namun, Prof. Nasih menegaskan bahwa hasil prototipe atau projek yang dihasilkan harus tetap dijelaskan dan tidak boleh menyalin karya orang lain. “Setiap produk harus disertai narasi, deskripsi, dan penjelasan. Keaslian tetap menjadi unsur tak tergantikan. Tidak ada ruang untuk plagiarisme,” tegasnya. Untuk menjaga keaslian, mekanisme standar harus disiapkan guna mendukung kebijakan baru ini.
“Mekanisme untuk menjaga keaslian bisa ditetapkan oleh perguruan tinggi dan program studi. Jika skripsi memiliki pernyataan sendiri, maka produk harus melalui pengujian terlebih dahulu,” papar Prof. Nasih.
Prof. Nasih menambahkan bahwa dalam menjaga keaslian, minimal harus ada pernyataan dan komitmen bahwa jika terbukti melakukan plagiarisme, mahasiswa bersedia menghadapi konsekuensi hukum. Selain itu, produk juga harus terbukti valid dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
“Contohnya, jika produk yang dihasilkan bertujuan menjadi alternatif bahan bakar, maka pengujian harus membuktikan kinerjanya,” tambahnya.
Terkait tesis dan disertasi yang tidak lagi wajib dipublikasikan, Prof. Nasih mengatakan bahwa uji keaslian dapat dilakukan melalui publikasi. “Cara yang paling tepat untuk menguji orisinalitas tesis dan disertasi adalah melalui publikasi. Dengan begitu, masyarakat dapat menilai. Hanya saja, bentuknya bisa berbeda dengan yang ada saat ini,” jelasnya.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan, Unair saat ini sedang mengembangkan skema ujian skripsi yang melibatkan praktisi di bidang terkait. Rencananya, skema ini akan diterapkan oleh Unair pada tahun mendatang.
“Ketika sidang skripsi berlangsung, mahasiswa tidak hanya diuji oleh dosen, tetapi juga oleh praktisi. Evaluasi tidak hanya berfokus pada jawaban, tetapi juga pada kemampuan komunikasi dan aspek lainnya. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja,” tutupnya. (ipl/hdl)