Jakarta (pilar.id) – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai, respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait wacana penundaan Pemilu 2024 terkesan tidak tegas.
Masyarakat, kata dia, sebenarnya menunggu respons Jokowi setuju atau menolak penundaan Pemilu 2024. Sebab, usulan itu berkaitan langsung dengan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Kalau presiden hanya mengajak semua pihak untuk tunduk, taat, dan patuh pada konsitusi, tentu ajakan tersebut sangat normatif. Respons seperti ini memang standar normatif yang harus disampaikan dan dilakukan oleh setiap warga negara, termasuk presiden,” kata Jamiluddin, Sabtu (5/3/2022).
Di sisi lain, sangat normatif bila presiden hanya menyatakan hak setiap warga negara untuk mengusulkan penundaan pemilu. Setiap warga negara memang dilindungi untuk menyatakan pendapatnya.
Namun, mengingat wacana terkait penundaan Pemilu 2024 sudah mengarah polarisasi yang tajam, maka respons normatif seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Presiden Jokowi sudah harus tegas dengan menyatakan sikapnya agar polarisasi pendapat dapat diminimalkan.
Kalau Presiden Jokowi tegas menolak wacana penundaan Pemilu 2024, maka penggalangan massa untuk menggiring pendapat umum palsu akan reda dengab sendirinya. “Kebulatan tekad dari berbagai elemen masyarakat akan berhenti sehingga dapat meredakan kegaduhan,” tegasnya.
Selain itu, respon tegas akan mementahkan spekulasi keterlibatan Presiden Jokowi terkait penundaan Pemilu 2024. Masyarakat akan menilai Presiden Jokowi memang tidak berada dibalik layar terkait wacana tersebut.
“Jadi, Presiden Jokowi perlu tegas menyatakan penolakannya terkait penundaan pemilu. Hanya dengan ketegasan Presiden Jokowi dapat meredakan polarisasi di masyarakat,” pungkas Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini. (her/din)