Gunungkidul (pilar.id) – Kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Gunungkidul dari data sampai Juni 2022 mencapai 574 kasus HIV, dengan 282 diantaranya masuk tahap AIDS.
Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul menargetkan Tree Zero pada 2030 dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty menjelaskan target Tree Zero tersebut meliputi zero inveksi baru, zero kematian karena HIV/ AIDS dan zero diskriminasi terhadap penderita.
“Saat ini, Gunungkidul pada posisi epidemi HIV dan AIDS, sehingga perlu ada kolaborasi menuju tree zero HIV dan AIDS. Perkembangan kasus ini bukan berarti tidak ada namun sangat landai,” ucapnya, Kamis (1/12/2022).
Selain menimpa kelompok risiko tinggi, populasi umum juga telah banyak terpapar kasus HIV/AIDS termasuk ibu rumah tangga (IRT).
“Kami melakukan skrining khususnya pada ibu hamil, karena risiko terbesar terpapar HIV/AIDS dialami ibu rumah tangga,” terangnya.
Dewi mengungkapkan, setiap tahun pihaknya mengadakan tes HIV/AIDS pada 9.000 ibu hamil sebagai tindakan janin yang dikandung ibu tidak turut terdampak.
“Bertambahnya angka kasus ini juga berdampak pada semakin besarnya upaya yang harus dikerjakan untuk penanganannya,” imbuhnya.
Sebagai tidak pencegahan, pihaknya juga terus melakukan skrining dan pengawasan di wilayah berisiko seperti hotel dan tempat hiburan malam. Selain itu juga, dengan memperluas pelayanan HIV/ AIDS di semua fasilitas kesehatan (faskes).
“Kami menyediakan obat Antiretroviral (ARV) untuk mengendalikan infeksi HIV/AIDS yang bisa diperoleh di semua faskes baik puskemas atau rumah sakit secara gratis,” paparnya.
Sejak 2006, atau awal kasus ditemukan HIV/AIDS di Gunungkidul secara kumulatif sampai saat ini sebanyak 856 kasus. Dengan 574 kasus HIV atau virus yang sudah masuk ke tubuh namun belum bergejala, serta 282 kasus AIDS atau yang sudah memiliki gejala.
“Kasus ini tersebar di seluruh Kapanewon Gunungkidul, dan menyerang semua umur. Tapi, kasus tertinggi pada umur 20-50 tahun atau usia produktif,” katanya.
Menurutnya, stikmatisasi dan diskriminasi masih menjadi kendala dalam penanganan kasus ini. Oleh karenanya, upaya seluruh masyarakat dengan menjauhi penyakitnya bukan orangnya dapat menekan hal tersebut.
“Masih ada yang menganggap HIV/AIDS ini jahat, mudah menular, penderita tidak pantas diterima lagi oleh masyarakat itu stikma yang muncul dan akan berujung pada diskriminasi,” terangnya. (riz/hdl)