Yogyakarta (pilar.id) – Pendidikan seksual bagi anak muda sangat penting sebagai bekal untuk tetap produktif dan terjaga. Menyusul merebaknya Infeksi Menular Seksual (IMS), kehamilan yang tak diharapkan, gender-based violence (GBV), hingga HIV/AIDS di Indonesia.
Bahkan, tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi juga berpengaruh pada perilaku seksual pranikah remaja. Apabila remaja memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, maka perilaku seksual pra-nikah juga akan lebih rendah.
Presiden Center for Indonesia Medical Students Activities (CIMSA) Indonesia, Tasya Nabila Edlin menyebut adanya pendidikan seksual komprehensif membantu kaum muda untuk menjaga diri, mengembangkan keterampilan hidup dan mendorong pemikiran kritis.
“Pendidikan seksual komprehensif menjadi bekal anak dan dewasa muda untuk menjaga keamanan diri dan juga menjaga kesehatan reproduksi serta mengetahui risiko dari perilaku seksual,” ungkapnya saat konferensi pers CIMSA, Jumat (17/2/2023).
Namun, lanjutnya di kurikulum saat ini, penyadaran terhadap isu-isu seksual tidak diberikan dalam suatu mata pelajaran khusus, tetapi secara tersirat melalui mata pelajaran lain seperti biologi, pendidikan agama dan penjaskes.
“Kelemahan kurikulum yang dipakai saat ini yaitu pendidikan masih berorientasi secara teoritis dengan pembekalan pengetahuan untuk menjaga diri seperti pendidikan seksual yang minim,” imbuhnya.
Oleh karena itu, tambah Tasya perlu ada kajian supaya metode terbaik ditemukan dalam pelaksanaan pendidikan seksual terhadap remaja yang terintegrasi dalam pendidikan formal. Selain itu, materi yang diberikan juga disesuaikan dengan usia penerimanya dan aksesibel bagi seluruh kalangan.
“Salah satu masalah terbesar dari aspek kesadaran masyarakat juga materi yang diberikan sesekali tidak menyeluruh dan berjenjang. Seharusnya dari balita sudah menerima dan secara bertahap dari usia 0-18 tahun,” tutupnya. (riz/hdl)