Surabaya (pilar.id) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan pentingnya keberanian dalam pengambilan keputusan bagi jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Selain itu, menurutnya, para perangkat daerah (PD) di lingkungan Pemkot juga harus menjadi pemimpin yang berani berinovasi, baik untuk kemajuan pemerintahan maupun masyarakat di Kota Surabaya.
Wali Kota Eri mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan menggelar rapat evaluasi setiap minggu. Dalam rapat tersebut, ia ingin masing-masing kepala PD, camat, hingga lurah menyampaikan hasil kerja selama seminggu sekali.
“Saya harap bisa muncul inovasi baru, lakukan evaluasi setiap minggu sekali. Nanti juga ada kepala dinas, kepala bagian, camat, dan lurah juga saya lakukan seminggu sekali, mulai minggu depan melalui zoom,” kata Wali Kota Eri Cahyadi, Jumat (22/3/2024).
Wali Kota Eri tidak hanya ingin kepala dinas, kepala bagian, camat, atau lurah yang ikut dalam evaluasi mingguan nanti. Ia juga ingin rapat pada pekan depan diikuti oleh kepala seksi hingga kepala bidang di seluruh organisasi perangkat daerah (OPD).
“Nanti saya akan minta paparan, saya dengarkan sendiri. Karena saya ingin melihat camat, lurah, kepala dinas seminggu ini bekerja apa. Jadi, anggaran yang dia punya, programnya apa, seminggu ini bekerja apa, outputnya apa. Nah, ini nanti akan terlihat, ini kita sambil belajar cara bekerja, jangan asal pokoknya aku melakukannya,” tutur Wali Kota Eri.
Wali Kota Surabaya, yang akrab disapa Cak Eri Cahyadi, tidak ingin jajarannya bekerja dengan alur top down (dari atas ke bawah). Menurutnya, cara ini akan menghambat jajaran di lingkungan Pemkot Surabaya untuk berinovasi, karena hanya menunggu perintah dari atas ke bawah.
Tak hanya itu, ia juga mengingatkan jajarannya untuk belajar segala hal yang berhubungan dengan pemerintahan. Mulai dari kepegawaian, kemudian terkait pendapatan, peraturan tenaga kontrak, dan hal-hal lainnya.
Cak Eri menjelaskan bahwa jajarannya harus mengetahui berbagai aturan yang berlaku di pemerintahan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam bekerja. Ia mencontohkan peraturan tentang tenaga honorer yang sebelumnya di bawah naungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), kemudian kini di bawah naungan Kementerian Keuangan.
“Teman-teman harus tahu, tentang aturan tenaga kontrak ini, kalau ikut kemenkeu itu OS (outsourcing) bahasanya, maka sekarang jangan disebut OS lagi, karena kalau OS nanti akan dihapus kemudian dimasukkan ke pihak ketiga. Nah, kalau sudah dimasukkan ke pihak ketiga, saya mikir, bayangkan di pemkot ada 25.000 tenaga kontrak, kalau dipihak ketigakan apakah yakin mereka akan dapat uang sekitar Rp 4,3 juta per bulan?, tentu tidak,” paparnya.
Akhirnya, Cak Eri menjelaskan bahwa ia telah melakukan negosiasi di Jakarta untuk mempertahankan nasib seluruh tenaga kontrak di Kota Surabaya. Ia khawatir bahwa jika nantinya para tenaga kontrak itu dipihak ketigakan, justru akan menambah jumlah pengangguran di Surabaya.
“Ketika teman-teman OS ini akan dihapus yang awalnya UMR kemudian di bawah Kemenkeu sudah tidak lagi UMR., menjadi Rp 3,7 juta. Begitu sudah ramai kalau gaji tenaga kontrak dipotong. Nah, setelah di bawah Kemenkeu sekarang gajinya Rp 3,7 tapi terimanya 13 kali, nah lurah camat harus tahu soal ini harus disampaikan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa usulan mengenai gaji tenaga kontrak ini seharusnya muncul dari jajaran kelurahan, kecamatan, hingga dinas. “Ide dan hal-hal seperti ini juga harus muncul dari panjenengan, jangan nanti ketika wali kota membuat kebijakan malah tidak mengerti permasalahannya. Maka dari itu semua harus tahu dan belajar,” pungkasnya. (ted)