Surabaya (pilar.id) – Ragam olahan daging unggas merupakan salah satu kuliner yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Daging ayam, bebek, hingga burung puyuh adalah bahan-bahan makanan yang kerap dijadikan sebagai konsumsi sehari-hari.
Namun, selama ini, keberadaan bakteri Salmonella Pullorum menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi peternak unggas konsumsi. Akademisi dari Universitas Airlangga saat ini telah menemukan kombinasi produk herbal yang bisa digunakan untuk melawan bakteri Salmonella di daging unggas.
Tak hanya itu, olahan herbal ini juga disebut dapat meningkatkan kualitas daging unggas. Bahan herbal ini, juga disebut lebih aman dan bermanfaat jika dibandingkan dengan antibiotik yang selama ini digunakan oleh peternak untuk menangani bakteri salmonella pada unggas mereka.
Sebab, pemberian antibiotik yang tidak tepat, justru bisa menimbulkan dampak negatif bagi manusia karena adanya zat antibiotik yang tertinggal di daging unggas.
Inovasi olahan herbal ini ditemukan oleh akademisi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Ir Sri Hidanah MS berkolaborasi dengan Dr drh Emy Koestanti Sabdoningrum MKes.
Keduanya melakukan penelitian dan berhasil menemukan bahan herbal dari ekstrak Meniran dan Sambiloto sebagai Antibakteri terhadap Salmonella Pullorum.
Penelitian ini, sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu atau pada tahun 2012 dan terus dikembangkan hingga hari ini. Penelitian yang terus menerus dilakukan akhirnya mencetuskan ide untuk menggabungkan meniran dengan sambiloto.
“Kami melihat kedua hal ini mudah ditemukan di sekitar jadi bisa mengurangi biaya yang dikeluarkan peternak. Apalagi antibiotik growth promotor (AGP) yang biasa dipakai dilarang untuk digunakan,” kata Prof Hidanah.
Dahulu AGP menjadi campuran pakan ternak utamanya ayam agar ayam pertumbuhan ayam menjadi lebih baik dengan angka kematian yang rendah.
“Pemakaian AGP ini dilarang karena akan meninggalkan zat sisa di daging ayam. Oleh sebab itu kami mencari pengganti AGP ini dengan bahan alam,” tuturnya.
Salmonella Pullorum ternyata tidak hanya ditemukan di saluran pencernaan namun dapat pula ditemukan di saluran reproduksi. Sambiloto dipilih sebagai bahan alami yang mendampingi meniran karena kedua bahan ini memiliki manfaat yang saling melengkapi satu sama lain.
“Sambiloto jika digabung dengan meniran ini kerjanya sinergis. Sebelumnya kami sudah mengumpulkan berbagai bahan herbal. Tapi hasilnya yang senyawa aktifnya bekerja secara sinergis itu meniran dengan sambiloto,” terang drh Emy.
Ternyata inovasi ini tidak hanya bermanfaat bagi hewan ternak namun juga kepada manusia. Penggunaan ekstrak meniran dan sambiloto ini akan meningkatkan kekebalan tubuh hewan unggas agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya Salmonella Pullorum.
Sementara itu hewan ternak yang mendapat paparan zat kimia yang dosisnya tidak sesuai aturan maka akan meninggalkan zat sisa.
“Apalagi bagi ayam petelur dan ayam broiler ini bisa saja terjadi antimicrobial resisten,” jelas drh Emy. Antimicrobial resisten merupakan keadaan dimana bakteri, virus, jamur, dan parasit kebal terhadap obat yang diberikan.
Dengan penggunaan bahan alami diharapkan kualitas produk yang dihasilkan hewan ternak dapat meningkat.
“Dengan menggunakan bahan alami maka hasil daging lebih sehat, telur yang dihasilkan lebih baik karena tidak ada zat sisa antibiotik. Jadi telur dan daging lebih sehat untuk dikonsumsi oleh manusia,” ungkap drh Emy.
Inovasi yang telah mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ini akan dikembangkan menjadi sediaan paling kecil yang disebut nano.
“Kalau dalam bentuk ekstrak ini pemberian ke unggas diluar pakan karena jika dicampur ditakutkan tidak tercampur dengan baik,” tutur drh Emy.
Meski, keduanya tidak menutup kemungkinan bahwa olahan herbal ekstrak meniran dan sambiloto ini juga bisa dicampurkan dengan pakan ternak jika, bisa diolah dalam ukuran paling kecil atau nano.
“Untuk pembuatan sediaan nano ini kita harus berkolaborasi dengan industri lainnya dan sedang kami tindak lanjuti tentang ini,” pungkas drh Emy.
Meski, untuk bisa membuat ekstrak meniran dan sambiloto hingga ukuran nano, masih dibutuhkan kerja sama dengan pihak ketiga. Dimana saat ini, proses kerja sama dengan pihak ketiga tersebut masih dalam penjajakan. (fat)