Jakarta (pilar.id) – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap aliran dana dari kejahatan lingkungan mencapai Rp1 triliun rupiah per satu kasus. Informasi tersebut merupakan temuan dari hasil audit beberapa kegiatan yang terkait pembalakan hutan, pertambangan liar, dan juga IUU IFishing.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet meminta pemerintah menindak lanjuti hasil temuan PPATK tersebut. Mengingat, hal itu merupakan praktik umum yang sering terjadi tetapi belum ada bukti nyata dari segi penegakan hukum bagi para pelaku, baik pemberi maupun penerima suap terkait kejahatan lingkungan.
Menurut Slamet, kalau tidak ada penegakan hukum terkait praktik kejahatan lingkungan ini, Indonesia akan selamanya terjebak dalam praktik-praktik kejahatan lingkungan yang merugikan negara. “Serta merampas hak mendapatkan kondisi lingkungan yang baik bagi masyarakat,” kata Slamet, di Jakarta, Ahad (29/01/2023).
Politisi senior PKS ini juga akan meminta pimpinan Komisi IV DPR RI untuk menghadirkan PPATK dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR untuk membahas mengenai Green Financial Crime ini. Sebab, saat ini kondisi kerusakan lingkungan Indonesia semakin menurun seperti yang terlihat pada peringkat Environment Performance Index (EPI) tahun 2022.
“Tahun 2022 Indonesia berada pada peringkat 164 dari 180 negara yang di survey,” kata Slamet.
Hal ini menunjukkan ada persoalan serius di bidang lingkungan hidup di Indonesia yang harus dibenahi secara bersama-sama. Sebab, kerusakan lingkungan merupakan penyebab bencana yang berbuntut pada terjadinya gagal panen sejumlah komoditas pertanian di berbagai wilayah di Indonesia.
“Termasuk juga rusaknya sumber daya alam lainnya hanya untuk memuaskan nafsu berkuasa orang atau lembaga tertentu,” kata dia. (ach/hdl)