Jakarta (pilar.id) – Analis Continuum Data Indonesia Natasha Yulian mengatakan, sebanyak 52,8 persen masyarakat Indonesia khawatir resesi akan memicu kenaikan harga. Selain itu, resesi juga dikhawatirkan akan memicu krisis pangan (30,6 persen), dan susah mencari pekerjaan (4,2 persen).
“Kenaikan harga menjadi yang paling dikhawatirkan, jika terjadi resesi,” kata Natasha, di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Meski demikian, Natasha menyebutkan, hanya sedikit sekali masyarakat Indonesia yang merespons khawatir terhadap isu resesi pada 2023. Selama periode survei, hasil menunjukkan 4,1 persen perbincangan menunjukkan masyarakat khawatir terhadap isu resesi di 2023, sedangkan yang tidak khawatir mencapai 95,9 persen.
“Hanya 4,1 persen, perbincangan yang menunjukkan masyarakat khawatir terhadap isu resesi pada 2023,” kata Natasha.
Nastaha mengatakan, meskipun masyarakat yang tidak khawatir tidak dominan, tetapi mereka tetap menkhawatirkan dampak dari resesi. Hal itu menjadi logis, bila melihat tren beberapa waktu terakhir yang menunjukkan harga-harga mengalami kenaikan dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, dalam survey tersebut kekhawatiran akan PHK sebesar 11 persen.
“Kenaikan harga yang paling heboh itu adalah telor, terus minyak goreng. Kalau gelombang PHK itu yang kemarin banyak di start up,” kata Natasha.
Dia mencontohkan salah satu cuitan warganet yang khawatir terhadap dampak yang ditumbulkan dari resesi. Akun @Philipmulyana itu menulis 6 poin terkait efek resesi, yaitu PHK, gaji tidak naik, harga barang tetap naik, suku bunga acuan naik. Dia menuliskan meskipun suku bunga acuan naik yang dibarengi dengan bunga deposito, tetapi buka pinjaman juga bakalan terkerek ikut naik.
Kemudian dia juga mencuit, cari duit akan makin susah. Begitu juga dengan mencari atau pindah kerja akan makin susah.
Survei ini dilakukan dengan mengumpulkan akun media sosial pribadi masyarakat Indonesia yang telah dipastikan bebas dari keterlibatan media dan buzzer. Kemudian kutipan perbincangan di media sosial tersebut dianalisis melalui analisis eksposur perbincangan, analisis sentimen, dan analisis topik perbincangan.
Survey dilakukan selama periode 17 Oktober-1 November 2022. Tercatat 60.871 pembicaraan tentang resesi yang berhasil direkam Continuum, dari 51.525 akun media sosial. Perbincangan paling banyak berasal dari Pulau Jawa, yakni sebanyak 78,5 persen. (ach/hdl)