Jakarta (pilar.id) – Polisi akan melakukan penyelidikan terhadap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh si kembar Rihana dan Rihani dalam kasus jual-beli iPhone palsu, yang telah menyebabkan kerugian mencapai Rp 35 miliar.
Dalam upaya tersebut, polisi akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Dalam konstruksi pasal yang akan dikembangkan, kita akan menerapkan TPPU. Kami akan berkoordinasi dengan PPATK,” kata Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, dalam konferensi pers di kantornya pada Selasa (4/7/2023).
Hengki menjelaskan bahwa tim penyidik akan terus menggali dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh si kembar Rihana dan Rihani.
Proses penyidikan akan dilakukan secara berkesinambungan agar pasal yang tepat dapat dikenakan kepada kedua tersangka.
Apabila terbukti bahwa Rihana dan Rihani telah melakukan pelanggaran pidana secara berulang, mereka berpotensi mendapatkan hukuman tambahan.
“Konstruksi pasal yang akan digunakan adalah Pasal 378 atau Pasal 372 KUHP mengenai tindak penipuan, yang akan digabungkan dengan Pasal 64 KUHP karena tindakan ini dilakukan secara berlanjut. Oleh karena itu, hukumannya akan ditambah sepertiga karena tindakan berulang tersebut,” ujar Hengki.
Selain itu, polisi juga akan menjerat Rihana dan Rihani dengan Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena mereka menggunakan media sosial sebagai sarana untuk melakukan penipuan.
“Jika dalam proses penyidikan nanti terungkap bahwa ini merupakan mata pencaharian tersangka, kami juga akan menerapkan pasal lain seperti Pasal 379a KUHP,” jelasnya.
“Atau berdasarkan hasil pemeriksaan, apabila ditemukan bahwa ini merupakan kebiasaan tersangka untuk melakukan pembelian barang tanpa membayar, kami akan menjerat mereka dengan pasal UU ITE karena mereka mengancam dengan hukuman 6 tahun penjara saat melakukan penawaran melalui media sosial,” tambahnya.
Polisi menduga bahwa si kembar Rihana dan Rihani melakukan penipuan menggunakan skema Ponzi. Mereka menawarkan para pengecer (reseller) untuk “berinvestasi” dalam pembelian iPhone dengan harga di bawah pasaran.
“Hasil pemeriksaan sementara, korban melaporkan bahwa modus operandi mereka mirip dengan skema Ponzi,” ungkap Hengki.
Akibat tawaran tersebut, korban mengalami kerugian sebesar Rp 200-800 ribu hingga Rp 3 juta untuk setiap unit iPhone yang dijanjikan. Si kembar berhasil menipu korban agar mau berinvestasi dan membeli iPhone dengan harga murah.
Transaksi Mencurigakan di Rekening
Selain itu, PPATK juga mengungkap adanya transaksi rekening yang mencurigakan melibatkan si kembar Rihana (RA) dan Rihani (RI) yang merupakan tersangka penipuan iPhone.
PPATK menemukan indikasi adanya tindak pencucian uang dalam transaksi yang dilakukan oleh si kembar tersebut.
“Masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut. Saat ini, nilainya mencapai Rp 86 miliar. Ada indikasi tindak pidana pencucian uang,” ujar Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah, saat dihubungi oleh wartawan pada Selasa (4/7/2023).
Selanjutnya, Natsir menjelaskan bahwa PPATK telah meminta kepada sejumlah penyedia jasa keuangan (PJK) untuk melakukan pembekuan sementara terhadap rekening yang dimiliki oleh si kembar.
“PPATK telah menginstruksikan kepada PJK bank untuk sementara waktu menghentikan transaksi yang terjadi pada rekening RA dan RI. Penghentian transaksi tersebut dilakukan di 21 PJK Bank,” katanya.
Dari hasil analisis PPATK, ditemukan adanya transaksi setoran tunai yang mencapai setengah miliar rupiah kepada pihak ketiga. PPATK mencurigai bahwa dana tersebut berasal dari hasil penipuan yang dilakukan oleh si kembar.
“Dari hasil analisis sementara, kami mengetahui bahwa RA dan RI melakukan transaksi setoran tunai sebesar Rp 500 juta kepada pihak ketiga yang diduga berasal dari hasil penipuan yang mereka lakukan. Modus transaksi tunai ini diduga dilakukan untuk memutus mata rantai transaksi dan mempersulit pelacakan,” tambahnya. (hdl)