Jakarta (pilar.id) – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, selama libur Natal 2022 dan tahun baru 2023 (Nataru) terdapat 5 fenomena atmoster yang mengarah pada kondisi cuaca ekstrem.
Berdasarkan analisis terkini, BMKG menyatakan masih adaya potensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia.
“Kondisi dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan dalam sepekan ke depan, jadi mulai hari ini hingga 2 Januari 2023,” kata Dwikorita, di Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Dwikorita menjelaskan, salah satu fenomena tersebut yaitu munson Asia yang berdampak pada peningkatan curah hujan di Indonesia. Selain itu, fenomena tersebut disertai dengan seruak udara dingin yang berasal dari dataran tinggi Tibet. Menurutnya, intensitas curah hujan yang tinggi bakal terjadi khususnya di wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan selatan.
“Dan juga fenomena lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif,” jelas Dwikorita.
Menurut Dwikorita, seruak dingin merupakan fenomena yang lazim terjadi saat monsun Asia aktif. Hal itu, mengindikasikan potensi aliran massa udara dingin dari wilayah Asia menuju ke selatan. Dampak dari munculnya seruak dingin tersebut meningkatkan potensi curah hujan di wilayah barat Indonesia.
“Dampak secara tidak langsung pada peningkatan curah hujan,” kata dia.
Di samping itu, sejak 21 Desember 2022 lalu, kecepatan angin sangat tinggi hingga mencapai lebih dari 40 knots. Sehingga, BMKG memprediksi fenomena muson Asia semakin melebar dan pekat pada 29 Januari 2022. “Artinya itu intensitasnya semakin tinggi dan semakin besar pula potensinya untuk menjadi cuaca ekstrem,” kata dia.
Bahkan, lanjut Dwikorita, pada 1 Januari 2023 fenomena tersebut hampir merata terjadi di seluruh Indonesia. Namun, femonena muson Asia diprediksi mulai berkurang pada 4 Januari 2023. Meskipun, sebagian wilayah Sumatara, Banten, DKI Jakarta, hingga Jawa Timur dan Nusa Tenggara masih merasakan dampak fenomena tersebut. (ach/din)