Jakarta (pilar.id) – Kasus Pondok Pesantren Al Zaytun, sebuah pesantren kontroversial yang sedang hangat diperbincangkan publik, telah menarik perhatian banyak orang. Selain kontroversi terkait ajaran agamanya, publik juga penasaran tentang sumber pendanaan megahnya bangunan pesantren tersebut di Indramayu, Jawa Barat.
Selain Al Zaytun, narasi keagamaan juga telah banyak dieksplorasi dalam konteks terorisme. Namun, kajian mengenai pendanaan terorisme masih kurang mendapat sorotan. Untuk mengisi kekosongan ini, Noor Huda Ismail, seorang visiting fellow di RSIS, Nanyang Technological University (NTU), Singapore, merilis bukunya yang kedua berjudul “Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia” hari ini di Universitas Paramadina Jakarta.
Buku ini membahas transformasi strategi kelompok teroris dalam mencari pendanaan untuk aksi-aksi mereka. Tidak hanya melakukan perampokan, kelompok teroris kini menggunakan jalur formal seperti mendirikan LSM, yayasan, lembaga pendidikan, bahkan teknologi cryptocurrency.
Noor Huda menegaskan bahwa tujuan utama bukunya adalah untuk menciptakan kesadaran di kalangan pemangku kepentingan tentang isu pendanaan terorisme. Meskipun berbagai lembaga, seperti Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Sosial, dan Kementerian Luar Negeri, telah menangani isu terorisme, koordinasi antar-instansi masih perlu diperkuat.
“Saya berharap buku ini dapat menjadi institutional memory bagi setiap lembaga, sehingga ketika ada pergantian pejabat, transfer pengetahuan dapat berjalan lebih lancar,” kata Noor Huda.
Selain itu, dalam bukunya, Noor Huda juga mendorong adanya desentralisasi dalam penanganan pencegahan terorisme. Menurutnya, penanganan terorisme terlalu terfokus pada Jakarta, sementara banyak kasus terorisme berasal dari daerah-daerah.
Ia juga menekankan pentingnya kesiapan masyarakat dalam menghadapi fenomena terorisme. Indonesia dikenal sebagai negara dermawan, namun kelompok teroris bisa memanfaatkan kedermawanan ini untuk kepentingan mereka.
Munir Kartono, seorang credible voice yang terlibat dalam acara peluncuran buku, mengkonfirmasi bahwa pendanaan merupakan salah satu urat nadi dalam tindakan terorisme selain ideologi. Kelompok teroris terus mencari celah dan cara baru untuk mendapatkan pendanaan yang memungkinkan mereka tetap bergerak.
Acara peluncuran buku “Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia” juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, Mirra Noor Milla, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Subhi Ibrahim, Ketua Program Magister Ilmu Agama Islam Universitas Paramadina, serta Profesor Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, yang menjadi keynote speaker.
Dengan peluncuran buku ini, diharapkan pemangku kepentingan dapat lebih memahami dan menghadapi ancaman pendanaan terorisme dengan lebih efektif untuk keamanan dan stabilitas Indonesia. (hdl)