Jakarta (pilar.id) – Civitas akademika Universitas Paramadina menyuarakan Suara Moral dari Kampus sebagai respons terhadap dinamika demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam keterangan yang disampaikan oleh Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, pada Rabu (20/12/2022), mereka menekankan pentingnya kembali pada cita-cita penguatan demokrasi dan keadilan.
“Kami memandang perlu untuk mengingatkan semua pihak agar kembali pada cita-cita penguatan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Sistem politik represif rezim Orde Baru dan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) telah mendorong kita untuk membangun sistem yang lebih demokratis dan membentuk lembaga yang secara khusus memerangi praktik koruptif dalam mengelola negara. Sistem yang kita buat ini merupakan bagian dari realisasi ide-ide reformasi,” ungkap Didik J. Rachbini.
Acara ini juga melibatkan Pipip A. Rifai Hasan, yang mengingatkan agar masyarakat tidak menjauh dari cita-cita reformasi dan visi para pendiri bangsa. Hasan menyoroti tanggung jawab berbagai pihak terkait kondisi demokrasi saat ini.
Pertama, kepada pemerintah, terutama kepada Presiden, mereka menyoroti pentingnya menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warga tanpa adanya ancaman kriminalisasi. Mereka juga menekankan perlunya pemberantasan korupsi yang tidak boleh dilemahkan, sejalan dengan revisi undang-undang KPK.
Kedua, kepada lembaga hukum, Universitas Paramadina meminta agar keadilan ditegakkan. Mereka menentang putusan pengadilan yang bertentangan dengan prinsip kebebasan dan hak asasi manusia serta menolak putusan yang mengandung konflik kepentingan dan tidak imparsial. Mereka mendukung penegakan hukum untuk keadilan.
Ketiga, kepada parlemen dan partai politik, mereka menegaskan perlunya menyuarakan aspirasi rakyat. Parlemen dan partai politik dianggap sebagai jembatan aspirasi rakyat, dan Universitas Paramadina tidak mendukung parlemen yang hanya menuruti kebijakan pemerintah tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka juga menekankan pentingnya partai politik sebagai teladan dalam praktik demokrasi.
Keempat, kepada rekan-rekan seperjuangan, akademisi, pegiat masyarakat sipil, dan media massa, universitas ini mengajak untuk terus menjaga semangat demokrasi, keadilan, dan anti-KKN di Indonesia. Mereka menegaskan pentingnya tidak menyerah pada kenyataan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan anti-KKN, serta terus menyuarakan pesan untuk menjaga prinsip-prinsip tersebut.
Sunaryo, seorang dosen Universitas Paramadina yang juga terlibat sebagai penyeru moral dari kampus, menekankan bahwa pernyataan sikap ini bersifat luhur dalam konteks etika. “Pernyataan ini tidak bersifat praktis atau mendukung salah satu partai. Yang disuarakan merupakan hal yang seharusnya dilakukan sebagai warga negara, pemerintah, dan civil society demi menjaga komitmen terhadap asas keadilan dan demokrasi,” katanya. (ipl/ted)