Jakarta (pilar.id) – DPD RI mendorong penguatan otonomi daerah yang saat ini dijalankan setengah hati. Meski sudah berjalan dua dekade, namun dalam prakteknya mengalami dinamika yang pasang surut.
“Dinamika yang paling terasa saat ini, secara terang-terangan tidak mencerminkan adanya dukungan penguatan otonomi daerah,” ujar anggota DPD RI Fahira Idris, dalam lokakarya bertajuk Memperkuat Otonomi Daerah Melalui Kewenangan DPD, di Tangerang, Selasa (29/11/2022).
Bahkan, lanjut Fahira, undang undang produk dari DPR RI dan pemerintah terkesan semakin mengurangi porsi kewenangan daerah. Sebut saja, UU Cipta Kerja, dan UU Minerba. “Dalam UU Ciptakerja misalnya, beberapa kewenangan pemda dinegasikan karena telah diambil alih oleh pusat,” kata Fahira.
Termasuk tarif restribusi pajak yang sebelumnya hak daerah, kini diambil alih pusat. Dalam hal administrasi pemerintahan umpamanya, posisi pemda sebagai badan atau pejabat yang menjalankan kewenangan delegatif presiden. Padahal sesuai prinsip otonomi daerah, pemda itu harusnya penyelenggara pemerintahan di daerah otonom.
“Jadi otonomi daerah betul-betul mengalami penyusutan setelah adanya Undang Undang Omnibus Law, Cipta Kerja,” kata dia.
Selain itu, di dalam urusan perizinan dasar, daerah tidak memiliki kewenangan pengendalian tata ruang. Dengan demikian, kewenangan daerah terjadi penyempitan dalam hal tata ruang dan perizinan sektoral. “Khususnya perdagangan dan perindustrian,” kata dia.
Sementara itu, anggota DPD RI M Syukur mengaku pernah menanyakan kepada pemerintah terkait eksistensi otonomi daerah. Saat itu, pemerintah menjawab otonomi daerah masih berjalan.
“Yang jelas kita DPD ini, kalau otonomi daerah ini dihapus misalkan, ya sebenarnya DPD ini juga hilang,” kata dia. (ach/hdl)