Surabaya (pilar.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 yang mendorong umat Islam untuk menghindari penggunaan produk yang memiliki keterkaitan dengan Israel, dan merekomendasikan pemerintah untuk mengambil langkah tegas terkait hal ini.
Keputusan MUI ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk Dr Imron Mawardi SP MSi, seorang pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Airlangga (UNAIR). Menurut Imron, fatwa ini memiliki dasar yang kuat, terutama dalam perspektif syariah. “Saya kira hal ini sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa tindakan Israel terhadap bangsa Palestina dapat dianggap sebagai penjajahan,” ujarnya.
Dalam konteks teritorial, Palestina seharusnya memiliki otonomi di beberapa wilayah, termasuk West Bank, sembilan kota di tepi barat, dan Jalur Gaza. Namun, tindakan agresif Israel terus-menerus mengakibatkan pemboman terhadap warga Palestina, mencari tempat baru bagi warga Yahudi Israel.
“Mereka tidak hanya puas sampai di situ. Israel juga memberlakukan embargo dan menutup akses ke Gaza dari luar, termasuk akses listrik, makanan, dan obat-obatan untuk warga Palestina,” tambah Imron.
Imron menilai bahwa membantu agresi Israel dengan membeli produk terkait dapat dianggap sebagai perbuatan yang haram atau tidak diperbolehkan. Ia juga menyatakan bahwa seseorang yang membeli produk yang mendukung agresi Israel sebenarnya menjadi pendukung tindakan kriminal. Menurutnya, fatwa MUI telah dikeluarkan berdasarkan landasan syariat.
“Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI adalah langkah yang tepat. Sesuai dengan ajaran dalam surat Al-Maidah ayat dua yang berbunyi ‘ta’awun ‘ala al-birri wat-taqwa wa la ta’awun ‘ala al-ismi wal-‘udwani’ yang artinya saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan,” jelasnya.
Imron juga mengungkapkan bahwa keputusan ini didasarkan pada kaidah fiqh dar’ul mafāsid muqaddamun ‘alā jalbil maṣāliḥ, yang menyatakan bahwa dengan tidak membeli produk Israel, secara tidak langsung dapat mencegah kerusakan.
“Menurut saya, dua landasan yang digunakan oleh MUI sudah sesuai syariat. Selain itu, secara umum, membeli produk-produk tersebut dapat menimbulkan mudharat karena keuntungannya digunakan untuk mendukung Israel,” tambahnya.
Pakar Ekonomi Syariah melihat adanya peluang positif dari fatwa MUI yang menyatakan haramnya pembelian produk yang berafiliasi dengan Israel. Menurut Imron, pemboikotan terhadap produk internasional yang terkait dengan Israel dapat memberikan peluang bagi produk lokal.
“Ini sebenarnya peluang baik bagi kita. Karena berbagai macam produk yang diboikot bersaing dengan produk-produk lokal. Dengan pemboikotan ini, masyarakat Indonesia mungkin akan beralih ke produk-produk buatan Indonesia. Sehingga, ini akan meningkatkan peluang produk lokal di pasaran,” paparnya.
Imron menyatakan bahwa tindakan pemboikotan terhadap produk yang terkait dengan Israel merupakan bentuk dukungan moral. Dengan pemboikotan tersebut, dukungan terhadap Palestina dapat semakin meluas, dan menjadi ancaman bagi Israel.
“Aksi pemboikotan yang dilakukan oleh umat Islam bukanlah hal baru. Gerakan anti produk Israel telah ada selama bertahun-tahun di berbagai negara, dikenal sebagai BDS atau Boycott, Divestment, and Sanctions,” ungkap Imron.
Imron juga menegaskan bahwa tindakan Israel sudah mencapai taraf genosida, yang dilarang oleh Amnesty International. Oleh karena itu, tindakan ini perlu mendapat tanggapan serius dari seluruh negara, khususnya negara-negara Muslim. (ipl/hdl)