Yogyakarta (pilar.id) – Keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk mengurai dan mengelola sampah di Kota Yogyakarta mulai dilakukan dari sumber atau hulu masyarakat hingga tingkat kota dengan mewajibkan memilah sampah organik dan anorganik.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya mengatakan langkah ini merupakan upaya Pemkot dalam pengelolaan sampah menyusul kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan yang hampir penuh.
“Kami akan melakukan revolusi sampah dengan cara pengolahan sampah anorganik di sumber sampah masyarakat di Kota Yogyakarta dan menyiapkan alternatif pengolahan sampah organik di luar kota. Jadi, hanya sampah organik yang boleh dibuang ke tempat pembuangan dan sampah anorganik dikelola di bank sampah,” terang Aman, Kamis (9/11/2022).
Aman menyebut, berdasarkan koordinasi dengan Sekber Kartamantul, akhir tahun 2023 TPA Piyungan tidak mampu digunakan lagi apabila tidak ada langkah-langkah khusus. Sedangkan, revitalisasi TPA Piyungan diperkirakan paling cepat beroperasional pada 2026.
“Volume sampah dari Kota Yogyakarta ke TPA Piyungan sekitar 260 ton per hari. Sebagian sampah anorganik yang dibuang ke TPA Piyungan sekitar 43 persen dan 57 persen sampah organik. Kami ingin mengurangi pengiriman sampah anorganik itu ke TPA Piyungan, salah satunya dengan menggerakkan pengolahan sampah dari sumbernya di masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, sampah anorganik harus berhenti dan selesai di sumber sampah di masyarakat. Di samping itu, menyadarkan masyarakat untuk mengolah sampah tidak mudah. Hal tersebut, yang menjadi formula kebijakan yang sedang dirumuskan Pemkot Yogyakarta yang ditargetkan dapat selesai pada akhir Desember mendatang.
“Nantinya kami akan melibatkan forum bank sampah untuk mengendalikan dan mengolah sampah anorganik dari sumber atau hulu di keluarga, perkantoran, pasar, rumah sakit, hotel dan restoran yang diwajibkan untuk memilah dan memisah sampah anorganik dan organik,” ucapnya.
Selanjutnya, sampah anorganik yang telah dipisah tersebut akan dikelola dan dimodifikasi menjadi produk maupun dijual ke bank sampah atau pelapak. Selain itu, pihaknya juga akan mengoordinasikan penggerobak sampah sebagai filter pengendali sampah dengan pemberian kartu anggota agar memiliki hak dan kewajiban.
“Kalau masih ada sampah yang belum terpilah harus mereka dipilah, kalau tidak dipilah tidak boleh dibuang ke TPS, begitu juga di tingkat depo akan dikelola sampah anorganik yang tidak laku. Selain itu, Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Nitikan juga akan kami ubah untuk mengelola sampah anorganik yang tidak laku atau residu anorganik,” pungkasnya. (riz/hdl)