Yogyakarta (pilar.id) – Angka kasus stunting di Kota Yogyakarta mengalami penurunan di tahun 2022 lalu. Dari data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, angka stunting berada di angka 10,80 risiko kasus.
Jumlah tersebut mengalami penurunan jika dibanding tahun 2021 sebesar 12,08 risiko kasus stunting. Untuk mendukung tren penurunan kasus stunting di Kota Yogyakarta, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting.
Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting oleh Pemkot Yogyakarta merupakan bentuk komitmen dalam menekan angka stunting yang telah jadi Program Prioritas Nasional.
Selain itu, Pemkot Yogyakarta melalui Dinkes juga terlibat langsung dalam upaya penanganan kasus stunting melalui intevensi ke setiap Puskesmas yang ada di Kota Yogyakarta.
“Kami membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting di setiap wilayah yang menggandeng Tenaga Kesehatan, Kader KB, dan Kader PKK,” ungkap Kepala Dinkes Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, Selasa (10/1/2023).
Emma mengungkapkan, tim tersebuat bertugas untuk memantau dan melakukan pendampingan di setiap wilayah Kota Yogyakarta dengan lima sasaran yakni ibu hamil, remaja putri, ibu menyusui, balita, dan calon pengantin.
“Adanya pendampingan hingga level wilayah ini diharapkan bisa lebih cepat dalam menekan angka prevalensi stunting di Kota Yogyakarta,” imbuhnya.
Pihaknya menyebut kasus stunting di Kota Yogyakarta sampai Agustus 2022 terjadi penurunan 1.225 kasus dari 14.277 sasaran anak yang dipantau di wilayah masing-masing. Oleh karena itu, pihaknya menargetkan Kota Yogyakarta zerko stunting pada 2024 mendatang.
“Dengan penurunan kasus ini, kami optimis target tahun 2024 di Kota Yogyakarta bisa zero stunting,” ungkapnya.
Sementara Emma menjelaskan kurang tepatnya pola asuh orang tua pada anak seperti pernikahan dini, kehamilan yang tidak diinginkan dengan kondisi lemahnya kesiapan psikis dan fisik orang tua anak juga menjadi faktor terbesar kasus stunting.
“Pola asuh orang tua ini menjadi faktor terbesar kasus stunting. Seperti hal nya kehamilan yang tidak diinginkan tadi bisa memicu ibu hamil tersebut belum siap baik dari segi psikis ataupun fisik, termasuk juga dengan wawasan dan pengetahuan terkait parenting para orang tua dalam mengasuh anak,” tutupnya. (riz/fat)