Jakarta (pilar.id) – Di bulan Ramadhan 1444 Hijriyah/2023 Masehi kali ini, Nahdlatul Ulama (NU) melalui Lembaga Bahtsul Masail NU (LBMNU) telah mengambil putusan penting.
Dari hasil Bahtsul Masail NU yang berlangsung pada Senin (3/4/2023) hari ini, NU memutskan bahwa beberapa tes Covid-19 seperti tes rapid, tes swab, antigen, PCR, serta Genose tidak membatalkan puasa.
Putusan bahwa ragam tes Covid-19 tersebut tidak membatalkan puasa diambil setelah bahtul masail yang dilakukan oleh Komisi Bahtsul Masail Konferensi Wilayah (Konferwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta.
Pemimpin Sidang Komisi Bahtsul Masail Konferwil PWNU DKI Jakarta, KH Luqman Hakim Hamid menyatakan bahwa tes Covid-19 di-qiyas-kan dengan praktik hijamah atau bekam.
Dimana, bekam yang dalam prosesnya juga mengeluarkan darah dari anggota badan, tidak termasuk dalam hal yang membatalkan puasa.
“Sebab, Nabi Muhammad sendiri melakukan bekam pada saat berpuasa,” terang KH Luqman Hakim Hamid yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamid, Jakarta Timur.
Sementara itu, penggunaan Genos tidak membatalkan puasa karena dalam praktiknya, hanya mengeluarkan angin dari nafas ke sebuah plastik. Angin yang tertampung di plastik dimasukkan ke dalam sebuah alat tes Covid-19.
Adapun penggunaan PCR tidak membatalkan puasa karena memiliki tiga alasan.
Pertama, alat pendeteksinya berupa benda padat dan kering. Alat itu tidak mungkin mencair sehingga tidak berpotensi masuk ke dalam perut.
Kedua, benda padat dan kering tersebut dimasukkan tidak melampaui batas paling bawah atau ujung tenggorokan.
Terakhir, alasan PCR tidak membatalkan puasa adalah karena benda pengambil lendir yang masuk ke dalam mulut dianalogikan (qiyas) kepada aktivitas berkumur (istinsyaq) berwudhu ketika berpuasa di bulan Ramadhan.
Aktivitas ini tetap diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa selama air kumuran tersebut tidak sampai masuk ke dalam perut.
Dilansir dari NU Online, Alumnus Pondok Pesantren Ploso, Kediri, Jawa Timur itu menjelaskan bahwa penggunaan swab antigen tidak membatalkan puasa.
Alasannya karena alat pendeteksinya berupa benda padat dan kering yang tidak mungkin mencair yang berpotensi masuk ke dalam perut.
Selain itu, benda padat dan kering tersebut dimasukkan ke dalam hidung yang masuk berada di wilayah hidung, dan tidak melampaui batasan bagian hidung yang paling dalam (aqsha al-anfi) yang diistilahkan juga dengan al-khatitsum.
Benda tersebut masuk ke dalam rongga hidung dianalogikan (qiyas) kepada aktivitas memasukan air ke dalam hidung (istinsyaq) pada saat wudhu ketika berpuasa tetap diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa selama benda tersebut tidak melampaui batasan hidung yang paling dalam. (fat)