Jakarta (pilar.id) – Didi Kempot yang memiliki nama lahir Didik Prasetya memang berasal dari keluarga seniman. Ayahnya, Hadi Wiranto adalah seorang seniman tradisional.
Kakanya, Mamiek Prakoso juga jadi seniman terkenal bersama grup lawak Srimulat. Namun, bukan berarti kesuksesan Didi Kempot sebagai musisi datang begitu saja.
Didi Kempot harus menempuh jalan panjang mulai dari musisi jalanan yang ngamen dari hari ke hari, sebelum mendapatkan popularitas dan menyanyi dari satu panggung megah ke panggung yang lain.
Didi Kempot yang telah menggubah lebih dari 700 lagu bertema patah hati, memulai karir sebagai musisi di tahun 1984 atau ketika masih berusia 18 tahun.
Ia menjadi musisi jalanan dan mengamen di Kota Surakarta, tempat kelahirannya. Didi Kempot menjalani profesi sebagai musisi jalanan di Kota Surakarta selama tiga tahun hingga 1986.
Selama masa awal karirnya tersebut, Didi Kempot menggunakan ukulele dan kendang untuk bermain musik di jalanan. Di tahun 1987 usai melewati usia 20 tahun, Didi Kempot mencoba peruntungan dengan melancong ke Jakarta.
Di sana, Didi Kempot kembali menjalani profesi sebagai musisi jalanan bersama sejumlah musisi dan seniman daerah lainnya. Ia mengamen dari satu jalan ke jalan yang lain di Jakarta.
Didi Kempot dan teman-temannya waktu itu, menyebut diri sebagai Kelompok Pengamen Trotoar. Sebutan yang kemudian disingkat menjadi Kempot dan disematkan sebagai nama belakang oleh Didi Kempot untuk menjadi nama panggung.
Sejak tahun 1987 hingga 1989, Didi Kempot menjalani karir sebagai musisi jalanan untuk bertahan hidup dari hari ke hari. Jalan ini ia lakukan sembari mencoba mengirimkan rekaman ke sejumlah label musik.
Jalan menuju karir sebagai musisi profesional ini ia lakukan dengan menitipian kaset hasil rekaman ke sejumlah label. Gayung akhirnya bersambut di tahun 1989. Musica Studio menerima Didi Kempot untuk menjadi salah satu talent mereka.
Di tahun 1989, Didi Kempot bersama Musica Studio meluncurkan album perdananya sebagai musisi profesional. Dimana, salah satu lagu di album tersebut, “Cidro” berhasil menjadi hits dan bahkan bertahan sebagai salah satu lagu andalan Didi Kempot sampai masa akhir hidupnya.
Album pertama ini juga yang membawa Didi Kempot ke luar negeri untuk kali pertama pada tahun 1993. Didi Kempot melantunkan lagu “Cidro” di Suriname dan jadi salah satu musisi populer di sana. Selepas dari Suriname, Didi Kempot juga berkunjung ke Roterdam, Belanda di tahun 1996.
Dimana, dalam kesempatan tersebut Didi Kempot tetap produktif dan sedang dalam proses perekaman lagu “Layang Kangen”. Didi kemudian kembali ke Indonesia di tahun 1998. Tak berselang lama, Didi Kempot meluncurkan album kedua dan melahirkan salah satu lagu paling legendaris yang pernah ia ciptakan, “Stasiun Balapan”.
Didi Kempot pertama kali mendapatkan pengakuan secara nasional saat dirinya berhasil memenangi penghargaan sebagai Artis Solo Terbaik dari Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards tahun 2001. Dimana, Didi Kempot memenangi dua penghargaan sekaligus di ajang tersebut. Satu penghargaan lainnya adalah sebagai Penyanyi Terbaik AMI Awards 2001.
Akhir tahun 90 hingga awal tahun 2000-an merupakan salah satu masa kejayaan Didi Kempot sebagai musisi. Ia mendapatkan banyak penghargaan bergengsi dan kaset serta CD albumnya banyak terjual.
Selama tiga tahun berturut-turut sejak 2001 hingga 2003, Didi Kempot selalu berhasil menerima penghargaan dari AMI Awards.
Setelah sempat absen selama beberapa tahun, Didi Kempot akhirnya kembali mendapat penghargaan AMI Awards di tahun 2010 sebagai Karya Produksi Lagu Berbahasa Daerah Terbaik. Penghargaan yang sama, kembali didapatkan di AMI Awards 2011.
Sejak saat itu, Didi Kempot selalu masuk di nominasi penghargaan AMI Awards selama enam tahun berturut-turut. Didi Kempot hanya sekali tak masuk nominasi AMI Awards di tahun 2017 dan kembali masuk dalam nominasi di tahun 2018 hingga tahun 2020.
Dimana, pada edisi AMI Awards 2020, Didi Kempot mendapatkan dua penghargaan. Pertama sebagai penyanyi solo/wanita/group/kolaborasi berbahasa daerah terbaik.
Kedua, Didi Kempot bersanding dengan Nike Ardila mendapatkan Legend Awards. Penghargaan bagi mereka yang dinilai layak menjadi legenda musik Indonesia.
Hari dimana Didi Kempot mendapatkan penghargaan Legend Awards pada 26 Februari kemudian diabadikan oleh Google melalui fitur Google Doodle. Dimana, Google membuat Doodle bergambar Didi Kempot dan menampilkannya di atas search bar mereka.
Selama karirnya bermusik, Didi Kempot berhasil meraih total 13 penghargaan baik dari AMI Awards maupun dari Indonesia Dangdut Awards. Didi Kempot yang sempat mengalami masa surut dalam karirnya di akhir tahun 2000-an juga mendapatkan kesempatan meraih masa kejayaan keduanya yang berlangsung sejak tahun 2016 an.
Dimana, sejak saat itu muncullah generasi milenial yang menyebut diri sebagai Sobat Ambyar. Mereka adalah generasi muda yang gandrung dan merasa terwakili oleh lagu-lagu ciptaan Didi Kempot.
Oleh hadirnya para Sobat Ambyar ini lah, Didi Kempot kemudian mendapat julukan sebagai The Godfather of Broken Heart atau Bapak Patah Hati. Didi Kempot kemudian mengakhiri karir gemilangnya di tengah popularitas dan di masa kejayaan yang sedang membumbung pada 5 Mei 2020 lalu. (fat)