Jakarta (pilar.id) – Pengamat Intelijen dan Keamanan Nasional, Stepi Anriani, mengungkapkan potensi ancaman politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sedikitnya, kata Stepi, terdapat lima cluster ancaman yang harus diwaspadai. Pertama, potensi ancaman terkait pemilu. Mulai dari tumpang tindih aturan, persoalan teknis, beban kerja penyelenggara, masalah hak pilih, penyebaran logistik sampai money politic.
Kedua yakni cyber attack di tahun politik 2023-2024. Ada beberapa jenis serangan seperti peretasan, crack, leak atau kebocoran data, termasuk ketidakamanannya. Lalu amplify atau penyebarluasan informasi dan malware atau ransomware, dan sebagainya.
“Ketiga adalah ancaman propaganda di media soal mulai dari hoax, fake news, hingga hate speech. Jika terus dibiarkan, maka dapat merambat kepada black campaign dan polarisasi di masyarakat sehingga berkembang kepada konflik sosial,” kata Stepi dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (22/10/2022).
Kermlag ialah potensi ancaman terkait ideologi yang berbahaya seperti radikalisme, terorisme dan separatisme. Konfik akibat gerakan separatis di Papua misalnya, perlu dibuatkan pengelompokkan agar memudahkan mitigasi resiko.
Lalu yang kelima ialah potensi ancaman akibat perkembangan lingkungan strategis. Seperti meningkatnya tensi di beberapa kawasan akibat perang Rusia-Ukraina yang belum selesai dan dampaknya terkait harga minyak dunia, resesi ekonomi dunia, perang dagang, dan sebagainya.
“Kelima klaster ancaman tersebut tentunya perlu diperkuat dengan threat analysis dan sebaiknya dibuat indeks incaman nasional dari perspektif intelijen selain indeks kerawanan yang biasa dibuat oleh Bawaslu. Hal ini diperlukan untuk melihat skor ancaman, mitigasi resiko dan gelar kekuatan personil yang akan diturunkan,” ujarnya.
Tahun 2024 kita akan melakukan pemilihan umum presiden dan legislatif di bulan Februari lalu pilkada di bulan November 2024. Momentum ini merupakan terobosan untuk mewujudkan pemilu yang efisien dan demokratis namun juga perlu diantisipasi potensi ancamannya.
Terdapat pasangan capres-cawapres, 575 wakil di DPR RI dan 575 anggota DPD dari seluruh provinsi yang harus dipilih, 2.232 DPRD provinsi, 17.340 DPRD kabupaten/kota, 33 gubernur, 502 bupati/walikota. (her/fat)