Ngawi (pilar.id) – Dampak kekeringan melanda sejumlah daerah, termasuk di Desa Banjarbanggi, Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Sebanyak 56 kepala keluarga (KK) di desa tersebut terpaksa mengandalkan Sungai Bengawan Solo sebagai sumber air untuk keperluan mandi dan mencuci. Meski tidak higienis, air sungai ini menjadi alternatif yang mereka miliki dalam menghadapi krisis air.
Kondisi ini semakin parah karena para warga tidak hanya kesulitan mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari, tetapi juga harus menghadapi kualitas air yang meragukan. Meski demikian, mereka terpaksa menggunakan air Bengawan Solo untuk menjaga kebersihan dan kebutuhan sehari-hari.
Pemerintah setempat berusaha memberikan bantuan dengan mengirimkan air bersih bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ngawi secara berkala, namun bantuan ini belum mampu mencukupi kebutuhan mereka.
Air bersih bantuan tersebut diangkut oleh BPBD dalam jumlah sekitar 15 ribu liter tiap dua pekan. Namun, situasi ini tetap menunjukkan kelangkaan air bersih di wilayah tersebut.
“Kami menggunakan air bersih dari BPBD Ngawi ini untuk minum dan memasak. Untuk mandi dan mencuci, kami memanfaatkan air Bengawan Solo,” ungkap Robiatul Adawiyah, seorang warga desa.
Tutik, seorang warga lainnya, juga mengungkapkan bahwa bantuan air bersih tersebut hanya mencukupi untuk satu hari jika digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian. Oleh karena itu, ia lebih memilih menggunakan air bersih tersebut untuk minum dan memasak.
Meskipun pilihan tersebut memberikan solusi sementara, harapan warga adalah agar situasi ini dapat diatasi dengan memperbaiki sumber air lokal. Sumur-sumur di rumah mereka telah mengering, dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Berbasis Masyarakat juga tidak dapat memberikan solusi karena kualitas airnya yang asin.
Sebelumnya, sepuluh desa di Kabupaten Ngawi dilaporkan mengalami kekeringan ekstrem. BPBD Ngawi telah mengambil langkah dengan mengirimkan air bersih ke desa-desa tersebut. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Ngawi, Prila Yuda Putra, menyatakan bahwa upaya yang dilakukan saat ini adalah dengan mengirimkan bantuan air kepada warga yang membutuhkan.
Kekeringan yang ekstrem ini merambat ke tujuh kecamatan yang melanda sepuluh desa. BPBD Ngawi bekerja keras untuk memastikan pasokan air bersih kepada masyarakat yang terdampak. Mereka menggunakan mobil tangki dengan kapasitas 4.000 dan 5.000 liter untuk mendistribusikan air ke desa-desa yang membutuhkan.
Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa musim kemarau di Kabupaten Ngawi diperkirakan akan berlangsung hingga akhir September mendatang.
Selain sepuluh desa yang mengalami kekeringan ekstrem, ada juga 30 desa lainnya di wilayah Ngawi yang siaga menghadapi kekeringan. BPBD meminta kepala desa untuk melaporkan permintaan bantuan air bersih demi memenuhi kebutuhan warga di wilayah tersebut. (hdl)