Jakarta (pilar.id) – Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan, korban soceng alias social engineering tak hanya menyasar orang-orang dengan pendidikan rendah. Namun, korban soceng juga berasal dari kalangan yang melek keuangan.
“Orang yang pintar dan orang yang bekerja di dunia keuangan juga bisa kena,” kata Friderica, di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Seringkali, lanjut Friderica, masyarakat tak sadar telah menjadi korban soceng. Mereka, tanpa sadar memberikan One Time Password atau OTP kepada pelaku soceng.
“Banyak sekali teman-teman saya yang kena seperti itu, tanpa sadar memberikan OTP. Beberapa detik kemudian PIN-nya sudah nggak bisa diakses lagi,” tutur Friderica.
Friderica mengungkapkan, banyak sekali modus yang dilakukan para pelaku kejahatan soceng untuk melancarkarn aksinya. Di antaranya, menawarkan kepada korban menjadi nasabah prioritas.
“Jadi ibu-ibu biasanya senang nih. Nanti kalau jadi nasabah prioritas, makan di sini diskon sekian, sekian. Jadi ibu-ibu langsung cepat gitu ya. Tapi nggak sadar memberikan informasi rahasia,” tuturnya.
Berikutnya, para pelaku juga memanfaatkan perubahan biaya transfer. Biasanya pelaku akan memberikan sejumlah informasi seolah-olah berasal dari jasa keuangan resmi.
Pelaku kejahatan soceng juga menggunakan modus undian berhadiah dan voucher. Selain itu, korban juga ditawarkan menjadi agen laku pandai.
“Kadang-kadang minta transfer duluan, katanya mau dapat EDC dan sebagainya,” sambung Friderica.
OJK, lanjut Friderica, mengajak masyarakat untuk berpikir rasional, serta tetap waspada terhadap segala bentuk kejahatan. Apabila menerima informasi mencurigakan, segera melakukan pengecekan ke jasa keuangan terkait.
“Jadi jangan mengumbar data pribadi kita kepada siapa pun,” tandasnya. (ach/hdl)