Jakarta (pilar.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan bantuan Polda Papua resmi menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe saat berada di rumah makan Papua. Penangkapan tersebut membuat kericuhan hingga Polisi menangkap 19 orang pendukung Lukas di Bandar Udara Sentani dan Mako Brimob. Bahkan, seorang pendukung Lukas dilaporkan tewas tertembak usai terlibat kericuhan di area Bandara Sentani.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta para pendukung untuk tidak melakukan langkah-langkah destruktif. Menurutnya, penangkapan Lukas sudah sesuai prosedur hukum. Selain itu, penegakan hukum juga akan diberlakukan tanpa pandang bulu apabila mereka masih tetap melakukan perusakan fasilitas umum.
“Karena ini murni penegakan dan tidak akan berhenti di Lukas,” tegas Mahfud, di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Mahfud mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan langkah-langkah alternatif agar roda pemerintahan di Papua tetap berjalan. Pasalnya, Kursi pendamping Lukas Enembe yang sebelumnya diduduki Klemen Tinal sejak 2014 belum menemukan penghuni barunya, setelah politikus Golkar tersebut tutup usia pada 21 Mei 2021 akibat serangan jantung.
“Kita sudah rapatkan, ditunggu saja langkah berikutnya,” kata dia.
Mahfud MD mengakui, penangkapan Lukas terlambat. Hal itu dikarenakan Lukas pernah mengaku sakit. Namun, Lukas belakangan diketahui melakukan sejumlah aktivitas layaknya orang normal.
“Sehingga sesudah berkonsultasi dengan saya, Ketua KPK tanggal 5 Januari 2023 sore diputuskan bahwa Lukas Enembe ditangkap,” kata Mahfud.
Penangkapan Lukas tersebut lagi-lagi masih memperhatikan hak asasi manusia (HAM). Artinya, KPK bertanggung jawab apabila Lukas benar-benar dinyatakan sakit. Bahkan, pemerintah bersiap untuk mengantarkan Lukas ke Singapura untuk berobat.
“KPK bertanggung jawab untuk menempatkannya di rumah sakit. Kalau kata dokter memang harus di rumah sakit,” kata dia. (ach/hdl)